Jumat, 20 Oktober 2017

Jangan Remehkan Gunung, Fisik Itu Penting

Pendaki berjalan di puncakan Gunung Gede
Jangan remehkan gunung ketika mendaki, meski tingginya lebih rendah dari gunung yang pernah kau daki sebelumnya. Tentu saja harus tetap ada persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pendakian.

Jangan ‘modal nekat’, lalu berfikir ‘pokoknya pingin naik gunung’, atau ‘ah tingginya ngga seberapa, gampang,’. JANGAN!!!

Fisik menjadi hal yang paling penting dalam pendakian, selain persiapan lainnya, seperti informasi terkait gunung yang akan kita daki, perlengkapan, peralatan dan juga uang tentunya. Fisik prima menjadi modal dasar pendakian. Dengan fisik yang baik, akan berdampak kepada psikologi kita sendiri saat mendaki.


Awal Perjalanan menuju Gunung Gede lewat Jalur Gn Putri saja sudah terlihat ngos-ngosan
Bahkan fisik yang baik ini  juga demi keamanan kita sendiri. Ada yang mengatakan, kecelakaan di gunung terjadi ketika fisik, psikologi dan sosial kita tidak dalam keadaan baik. Minimal, kalau mau naik, ya satu bulan sebelumnya sudah persiapan, dengan olahraga rutin. Lari-lari, jalan jongkok, naik turun tangga, squat jumps, push up, back up, renang, dan lainnya. Paling asik jika memang sudah rutin olahraga, lari atau bersepeda.

Bagaimana kalau tidak olahraga?, tentu saja bakal bikin susah orang lain. Bagaimana tidak, sudah capek bawa badan sendiri, ditambah dengan beban berat di punggung, kaki jadi terasa berat saat melangkah, nafas tersengal-sengal, keringat bercucuran, pinginnya duduk terus, slonjor, ngopi. Enak, tapi lama-lama dinggiiiin, dan belum sampai ke camp.


Kesel Broo
Setiap lima kali langkah, berhenti mengatur nafas (mau sampe kapan sampai). Padahal rombongan sudah pada di atas. Ujung-ujungnya, barang yang ada dipunggung dibagi ke temen, atau ekstrimnya, cerir dibawain temen. Kita tinggal melenggang kangkung aja. Kasihan kan, temen satu tim kita. Lebih kasihan jika ngga ada yang mau dibagi..wkwk..selamat berjuang jalan sampai malam.


Jangan Ditiru ini
Jadi sangat disarankan tetap persiapan fisik, meski sering naik. Itu sih pengalaman kemarin saat naik ke Gunung Gede yang tingginya 2.958 mdpl. Padahal gunung tinggi lainnya diatas 3 ribu sudah ada beberapa yang didaki.


Kasihan kan temen kita kalo aya gini..
Salah terbesarnya, sudah tahu mau naik, malah males olahraga. Jalan kaki aja keliling di sekitar rumah saja malas. Hanya olahraga dikamar, olahraga jempol alias mainan hp. Akibatnya saat naik lewat jalur Gunung Putri jalannya lelet kaya ulet keket. Malah saat turun lewat jalur Gede, kaki kesleo (ini kesalahan mendaratkan kaki).



So, bagi kamu yang mau naik gunung apapun, perlu persiapan fisik. Karena kalau fisik tidak fit, akan berdampak ke yang lainnya, mental dan psikologi kita sendiri. Selamat berlatih demi mendaki gunung dan mendapatkan foto epik di puncak. (ale)


Bahagia kan sampai ke puncak 

Jumat, 06 Oktober 2017

Menembus Gelombang, Melarung Sesaji





Jolen di tenggelamkan ke laut Selatan

 Pada Bulan Sura penanggalan Jawa, nelayan di Cilacap menggelar Sedekah Laut, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya, Sedekah Laut ini digelar saat Jumat Kliwon, namun, tahun 2017 ini beda, pada Jumat Wage. Perhitungannya, hanya para sesepuh dari nelayan yang mengatahuinya. 

Biasanya, dalam sedekah laut ini ada jolen atau sesaji yang akan dilarung atu dibuang di lautan oleh para nelayan ini. Masing-maisng kelompok nelayan bakal membuat jolen ini yang kemudian di larung ke Pulau Majeti Pantai Selatan Cilacap, atau di ujung Nusakambangan. 

Isi Jolen

Isinya jolen pun unik-unik, dari yang utama kepala kambing, sapi atau kerbau, ada juga makanan, minuman, kelapa muda, kain, jajan pasar, ciki, sandal, potongan rambut, kincir, sampai ada juga layangan.

Jolen-jolen ini akan diarak dari Pendopo Wijayakusuma Cilacap sampai ke Pantai Teluk Penyu. Tahun ini, ada 11 jolen yang akan dilarung, yakni dari kelompok nelayan Bengawan Donan,  Sidakaya, Sentolokawat, Pandanarang, PPSC, Tegalkatilayu, Kemiren, dan Lengkong. Kemudian berasal dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap, Pemerintah Kabupaten Cilacap dan juga dari masyarakat. 

Jolen Tunggul atau jolen utama di arak dari Pendopo Wijyakusuma menuju Pantai Teluk Penyu
Diiringi para nelayan, kelompok kesenian daerah, dan juga Buppati Cilacap bersama dengan para Forkopimda yang menggunakan kereta kuda, jolen-jolen ini dibawa ke Pantai Teluk Penyu.

Sampai sana, sudah ada ribuan masyarakat yang ingin melihat prosesi tahunan ini. Bahkan ada yang memang ingin mendapat keberkahan setelah mengikuti Sedekah laut ini. 

Jolen diarak, diiringi oleh barisan Bupati dan Forkompimda ang naik kereta kuda

Jolen-jolen pun dibawa, menggunakan perahu jukung menuju ke tengah laut. Pada kesempatan kemarin, saya berkesempatan mengikuti larungan jolen ini di tengah laut. Bersama fotografer dari Cilacap_Event, dan dua orang warga.

Sejak awal sudah diingatkan oleh nelayan yang membawa perahu, jika kamera harus diamankan karena gelombang laut cukup tinggi. Siap saja, karena sudah bawa plastik kresek buat pengaman. 

Tapi, pingin pas jalan sambil foto-foto, eh..ternyata benar-benar tidak bisa mengeluarkan kamera.
Jalannya kenceng, perahu yang menabrak ombak pun mengakibatkan percikan-percikan air laut yang sampai masuk ke dalam kapal kecil berisi tujuh orang dan satu jolen itu. Perahu juga goyang ke kiri kanan, mengikuti irama gelombang. Tidak aman buat motret.

Jolen dinaikkan ke perahu

Perjalanan sekitar 20 menit yang menegangkan, dan menyenangkan. Menegagngkan karena menembus gelombang tinggi, dan menyenangkannya karena ikut dalam prosesi larungan, serta bisa melihat ujung pulau Nusakambangan.

Dari situ saya menyadari jika para nelayan ini adalah para pemberani. Bagaimana tidak, di tengah lautan dengan gelombang yang besar seperti itu, mereka mencari nafkah untuk keluarganya.
Kembali ke Jolen, saat sudah di tekape alias tempat pembuangan jolen-jolen, perahu berhenti.

Nelayan memotong ikatan jolen di perahu

Nelayan yang ada di perahu pun segera memotong tali yang mengikat jolen. Proses pembuangan jolen ke laut pun sangat singkat tidak sampai 10 menit.

Disini, terlihat solidaritas dari para nelayan yang lain. Dimana dua orang nelayan yang ada di perahu saya tidak kuat untuk melempar jolen yang sangat berat tersebut ke laut. Nelayan-nelayan yang masih muda-muda, yang tadi mengiringi perahu jolen pun merapat, mereka berenang menuju ke perahu dan naik. Setelah itu langsung bersama-sama membuang jolen.

 
Nelayan lain yang berenang menuju ke perahu saya

Pas lagi membuang ini, perahu yang saya tumpangi ini sudah miring hampir 80 derajad. Deg-degan tentu saja, apalagi kemampuan renang saya pas-pasan. Belum perah berenang di samudera dengan ombak tinggi seperti itu.

Jolen siap dibuang, dan posisi perahu miring

Langsung saja, yang tidak memegang jolen di perahu itu langsung mengimbangi kearah sebaliknya. Sehingga perahu kembali semula, serta jolen berhasil di buang. Misi pun terselesaikan, dan pakaian kami pun basah semua.  

Sebenarnya sangat ingin bisa swafoto di atas perhu itu, tapi bagaimana mungkin, bisa-bisa hp jatuh atau rusak karena kena air laut. Mending, ngga usah, tuangkan lewat tulisan saja ya. 

Jolen sudah dibuang