Rabu, 05 Desember 2018

Berpetualang ke Suku Baduy

Selamat Datang di Baduy
Pernah membayangkan hidup tanpa gadget di dunia serba teknologi seperti sekarang ini? Atau bahkan tanpa listrik? Kalau tidak, sepertinya berpetualang di kampung Baduy bisa menjadi pengalaman baru buatmu.

Bagi yang belum tahu atau masih suka bingung lokasi kampung adat yang satu ini, sinih biar aku bisikin. Kampung Baduy yang masih memegang erat dan melaksanakan aturan adat ini berlokasi di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 

Tim Jalan-jalan kami di Baduy
Letaknya tak jauh dari ibu kota Jakarta. Makanya tak heran, jika para petualang hutan belantara kota yang ingin mendapatkan pengalaman hidup tanpa gadget bakal datang kemari. Bukan hanya letaknya yang dekat dengan Jakarta, tapi juga pengalaman yang rrrruuaaarrr biasa bikin geleng-geleng kepala.

Mulai saja dengan tanpa alas kaki. Bayangkan jika kamu berjalan tanpa alas kaki. Telapak kaki ‘halus’mu harus bersentuhan dengan tanah dan juga bebatuan. Geli? Sakit? Atau bahkan aaah..ogah! Nah, penduduk Kampung Baduy sudah terbiasa untuk berjalan tanpa alas kaki. Ga usah ditanya sekekar apa kaki mereka. Untuk ‘meneladani’ para penduduk Baduy, cobalah untuk tidak menggunakan alas kaki saat berjalan di kampung mereka.  Berjalan? Engga ada motor? Ojek gitu?

Anak-anak Baduy Dalam
Yup! A hundred persent correct! Di kampung ini tak ada ojek, ditambah lagi jalanan yang becyyek apalagi setelah hujan turun. Bikin sandal ataupun sepatumu berat karena penuh tanah. Mungkin itu pula yang menjadi salah satu alasan mereka tak menggunakan alas kaki. Tentu saja di lain pihak karena aturan dari adat Baduy melarang mereka untuk menggunakannya. Tapi tenang saja, alas kaki masih boleh digunakan bagi kalian, para pendatang yang berkunjung kemari.

Anak-anak Baduy Dalam berfoto di jembatan akar
Sebenarnya ada dua macam Kampung Baduy, Baduy Luar dan Baduy Dalam. Mereka-mereka yang tak menggunakan alas kaki sekalipun merupakan penduduk Baduy Dalam. 

Bagaimana dengan Baduy Luar? Para penduduk Baduy Luar lebih modern. Tak ayal banyak penduduknya menggunakan alas kaki meski juga sebagian dari mereka tetap mempertahankan adat untuk tidak mengenakannya. Di kampung Baduy Luar juga boleh memainkan handphone ataupun gadget lainnya. Tapi jika ingin memotret orang-orang Baduy tetap meminta izin ya. Kalau candid, tak tahu lagi akan jadi apa. He he he he.

anak-anak Baduy Luar
Membedakan Baduy Luar dan Dalam pun bisa dilihat dari cara berpakaian mereka. Jika Baduy Dalam hanya mengenakan pakaian hitam dan putih saja, serta ikat kepala warna putih. Kalau Baduy Luar, pakaian bisa bervariasi, rata-rata biru, serta dengan ikat kepala pun biru.

Lain ladang lain belalang, lain lumbung lain ikannya. Ini pula yang diaplikasikan pada kedua kampung ini. Meskipun jaraknya berdekatan (bagi penduduk Baduy, kalau pendatang? Oh Nooo), kedua kampung ini memiliki beragam perbedaan. 

Anak Baduy Luar bermain Gadget sambil menunggu warungnya
Jika di kampung Baduy Luar masih boleh menggunakan handphone dan gadget lainnya, di kampung Baduy Dalam dilarang keras menggunakannya. Khususnya bagi pendatang. Untuk kedua Kampung ini, tetap tak ada aliran listrik. Jadi jangan harap bisa nge-charge hp-mu. Lampu saja tak ada.

Bagaimana dengan penerangannya? Mereka menggunakan lilin. Dan asiknya, mereka menggunakan cangkang kelapa sebagai dinding lilin untuk dijadikan senter ketika mereka hendak bepergian malam. Keren kan!  

Sedangkan kalau kita ke sana, diharapkan membawa senter sendiri..biar terang teruuus...

Rumah-rumah keduanya pun berbeda. Baduy Luar, memilki dua pintu di masing-masing rumahnya, sedangkan untuk Baduy Dalam hanya ada satu pintu yang digunakan untuk keluar masuk. Rumah di Baduy Luar terasnya lebih lebar, dan digunakan untuk menenun oleh para wanita. Di depan rumah mereka tidak jarang berjajar kain-kain yang dijal kepada pengunjung, serta berbagai jenis camilan serta minuman.


Berpose di depan Rumah Baduy Luar dengan kain-kain hasil tenunan para wanita Baduy Luar
Dengan tidak dibolehkannya gadget ataupun kamera ke dalam Kampung Baduy Dalam...otomatis, kita tidak bakal bisa mengaktifkan ponsel kita. Bagaimana mau berhubungan dengan orang luar, sinyal saja tidak ada...heee...

Jadi ini bisa dimanfaatkan kita untuk sharing dan ngobrol banyak dengan orang-orang Baduy Dalam. Kulik-kulik kehidupan mereka seperti apa, dai aturan adat, sanksi, pola hidup, dan lainnya. Dan mereka bakal menjawabnya dengan senang hati. 

Salah satu jembatan di Baduy
Jangan tanya, ada WC atau tidak...ada, dan itu luaaaaaas...sekali. kok luas, ya iyalah, MCK ada di sungai, dan tidak ada sekat atau pembatas. Plorooot celana, langsung plung....haaa...tapi tenang, ngga usah malu nanti bisa diintip atau dilihat sama cowo-cowo. Karena lokasi untuk cowo dan cewe dibedakan, terpisah, karena bukan mukhrim...

Kita juga tidak dibolehkan untuk menggunakan sabun, pasta gigi, juga detergent untuk sikat gigi, ataupun mandi. Dilarang!! Para penduduk Baduy Dalam terbiasa dengan daun-daunan serta abu kayu sebagai pengganti mereka. (karena tidak boleh foto, maka ngga ada foto ya gaes)

Salah satu tanjakan di Baduy Luar
Apalagi yang bisa kalian rasakan di Kampung Baduy ini? Langsung ke sana saja lah. Biar merasakan sendiri begitu eloknya kampung yang satu ini. Bagaimana caranya? Tenang..akan saya kasih tahu.
Jika kalian dari Purwokerto seperti kami, naik kereta saja menuju stasiun Tanah Abang. Dari sana, ambil KRL jurusan Rangkas Bitung. Dari stasiun Rangkas Bitung, cari angkot atau ELF yang menuju ke Cibolegeur. 

Dari Ciboleger menuju ke Baduy Dalam, membutuhkan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan jalan kaki. Saya sarankan menggunakan sepatu gunung, apalagi kalau lagi musim hujan, licyiiin boo...

Kita bakal melewati sekitar 7 kampung Baduy Luar sebelum masuk ke Baduy Dalam. Kemarin lupa tidak saya catat, jadi nanti searching dulu deh...heee... Jalannya naik turun, belok kiri belok kanan...siapkan fisik yang prima sebelum ke sini. 

Jembatan perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam
Perbatasan antara Baduy Luar dan Dalam, hanya Menuju ke Baduy Dalam, yakni sebuah jembatan bambu, entah jembatan ke berapa ya. Tidak ada tanda pastinya, jika kita jalan dengan orang Baduy Dalam pasti dikasih tahu. Karena setelah jembatan itu, kita sudah tidak boleh menggunakan ponsel dan juga kamera kita, untuk berfoto ria. Padahal, setelah itu, jembatan dan naik ke bukit, pemandangannya luaaaaaaaaar biasah....

Bahkan, pada saat kemarin ke sana, disambut pelangi setengah lingkaran. Cantiiik....Kali ini kecantikan pelangi, hanya diabadikan dengan mata kita saja.  

Oke deh...kalau penasaran seperti apa di Kampung Baduy...cussss

Tim bahagia...abis turun, mandi dan siap pulang...


Cerita seru-seru lainnya soal Orang Kanekes ini bakal menyusul....

Kamis, 18 Oktober 2018

Nyasar, Sampai Kutabawa Flower Garden



Mengingat nama-nama tempat, daerah adalah satu kelemahanku.  Jadi kadang kalau ke suatu tempat, lupa dimana. Meski sudah pernah ke lokasi, atau setidaknya tahu tempatnya seperti apa, eh...lupa. Kan jadi kelihatan... 

Ini nih, yang terjadi pada saat ke Kutabawa, Purbalingga. Beberapa tahun lalu memang sudah pernah ke lokasi ini, tapi memang lewat Serang. Pas kemarin nih, di otak terngiang-ngiang, seperti sudah pernah ke sana, tapi kok ya saking lemahnya otak saya soal ingatan lokasi itu membuat, jadi bleeng.

Icon Kutabawa Flower Garden
 Akhinya, dengan bantuan dari Google Maps, saya dan teman menuju ke Kutabawa. Karena tertarik dengan taman bunga yang waktu itu lagi ngehits "KUTABAWA FLOWER GARDEN".

Satu jam perjalanan dari Purwokerto, lebih...kami tempuh. Jalurnya bukan lewat Serang, tetapi lewat Goa Lawa, kan tahu bagaimana jauhnya...haaa....Oooh banget. Tapi karena penasawan, tetap saja ditempuh, meski bensin sudah limit..haaa

pintu masuk Kutabawa Flower Garden
Akhirnya, saat sampai ke lokasi, dan baru 'ngeh', kalau memang pernah ke sana. Tepatnnya, ke kebun Strowberi yang ada di sebelah Taman Bunga Kutabawa ini. Karena sudah sampai sana, so..nikmati saja Taman Kutabawa, dan main-main di dalamnya.

Tanaman bunga ditata dengan rapih

Petugas menyiram bunga-bunga di taman
Menarik juga ternyata di dalamnya. Banyak jenis tanaman, terutama bunga yang ditanam di sana. Warna-warni. Kalau dari informasi berbagai bunga ada di sana, seperti Bunga Celosia pagoda, Bunga Marigold, Bunga Begonia (ini nih biasa liat di gunung, dan jadi tanaman survival). Lalu ada Bunga Petunia, Bunga Tanggo, Bunga Iriancis, Bunga Vinca ada juga Bunga Lavender. Mungkin masih banyak lagi...

Warna-warni yang menarik
Bunganya sudah warna-warni dan di tata sedemikian lupa, pasti lah ada banyak lokasi atau spot selfie, yang disediakan oleh pengelola. Ini nih, yang membuat orang tertarik datang, selain warna-warni bunganya.

Saat datang ke sana, hari sudah hampir senja. Mendung, khas daerah pegunungan. tetapi tidak menyurutkan pengunjung yang datang ke sana, untuk berfoto-foto dan juga menikmati sejuknya udara pegunungan Gunung Slamet, gunung terbesar di Jawa.

Leyeh-leyeh saja sambil menghirup udara segar pegunungan
Tiket masuk ke dalam tarifnya Rp 10.000. meski sudah sore tetap saja harganya sama...haa..Ngarep kalau harganya didiskon. Keliling di sekitar, tapi ngga sampai nanjak ke atas. Meski kelihatannya di bagian atas ada spot selfie dan pemandangannya asik. Tapi karena malas nanjak, so duduk-duduk aja menikmati hawa pegunungan.


Harga tiket masuk Rp 10 ribu

Lokasi foto-foto

Bisa buat foto Prewed ya
Foto iseng
                                     


Minggu, 05 Agustus 2018

FixOn, Hotel Kapsul Ramah Dikantong




Dolan ke Purwokerto, kadang saking asiknya bisa sampe malem. Ya kalau ngga capek, pulang lah ke Cilacap. Tapi kalau sampai harus menginap, kadang bingung juga mau kemana.

Eits, tapi sekarang ngga usah bingung-bingung lagi nih, kalau menginap di Purwokerto. Apalagi buat para backpacker yang kantungnya pas-pasan, seperti saya. Direkomendasikan nih hotel kapsul, FixOn Capsule Hotel. (Oh ya saya ngga di endorse ya, cuman pas nginep ke sana enak sih, jadi share saja).

FixOn Capsule Hotel Purwokerto ini ada di Jalan HR Bunyamin atau jalan utama menuju ke Baturraden, persis di pinggir jalan, jadi mudah dijangkau. Lokasi tepatnya antara pom bensin Pabuaran, kanan jalan atau sebelum tabel nine.



Jadi konsep hotelnya ini memang buat backpacker gitu, tapi buat keluarga bisa juga sepertinya. Satu penginap satu kapsul atau satu tempat tidur. Ukurannya, 1,5 meter x 2 meter lebih dikit. Pas buat slonjor lah. Kuncinya juga sudah pakai kartu, kaya di hotel-hotel biasanya ituh, jadi aman lah.



Satu kamar isinya ada beberapa kapsul, kalau yang saya tempati isinya 8 kapsul. Empat sebelah kanan, empat sebelah kiri, masing-masing sisi ada empat kapsul. Dua kapsul dibawah, dua diatas. jadi kaya susun gitu. Kalau rame-rame sama temen pesen se-kamar bakal seru juga tuh.

Satu kapsul yang kita tempati ini, Isinya ada tempat tidur springbed, satu bantal, selimut, kalau AC bersama, colokan, exhouse, dan handuk. Cuman ngga ada jendela yang bisa kita lihat pemandangan, dan lihat matahari. Jadi ngga tahu udah siang atau belum, kalau ngga lihat jam. Kalau saya kebangun, karena orang sekamarku pada ribut.



Untuk kamar mandinya bareng-bareng penghuni lain, bersih kok, pake shower yang bisa air panas dan dingin, lalu closet duduk. Musalanya juga bareng-bareng. Begitu juga dengan televisi, nontonnya bareng-bareng di ruang makan.

Harganya, kalau lihat di aplikasi pesanan hotel sangat bervariasi. Tetapi kemarin saya dapat Rp 85 ribu lewat aplikasi traveloka. Fasilitas yang dapat mulai wifi gratis, sama sarapan, kopi, air mineral.

Sarapannya pun sederhana (banget). Nasi kering tempe, sayur kulit melinjo, abon yang dibungkus daun pisang, lalu kerupuk. Ya wajar lah ya.. harganya juga segitu, kok mau sarapan dengan aneka menu seperti di hotel-hotel harga ratusan. Mending dapat sarapan, buat ngganjal-nganjal perut.




Untuk keamanan barang-barang kita pada saat mau ditinggal keluar buat jalan-jalan di Purwokerto, pengelola juga menyiapkan loker dengan nomor sesuai kamar kita. Tapi, pengunjung juga pada saat akan masuk hotel, diminta deposit loker sebesar Rp 25 ribu. Uangnya dikembalikan pada saat kita  pulang.

Puas sih nginep disini. Meskipun harganya murah, tetapi hotel kapsul ini terlihat ngga murahan. Jadi kalau penasaran, mampir saja ke sini, sendiri atau rame-rame, pasti asik.

Cuman buat info saja sih, kemarin pas pesen kan kapsul bagian atas. Bikin merinding sih...apalaagi aku lumayan takut ketinggian. Jadi, mending milih yang bawah deh...heee...kalau atas bikin merinding



Jumat, 20 Juli 2018

Paralayang, Membayangkan Saja Sudah Merinding

Paralayang Majalengka
Merinding...

Itu kesan pertama, ketika Mba Emon, mengajak saya untuk ikut Paralayang. Meski hanya lewat pesan singkat di aplikasi WA, tetapi saya yang punya phobia ketinggian ini tetap saja merasakan kengerian. Merinding di telapak kaki dan tangan.

Meskipun demikian, tetap saja saya penasaran dengan olahraga ini. Dulu pernah akan menjajal pada saat di Batu, Malang, sayang (apa bersyukur ya?) kalau kesorean. Kali ini kesempatan lain lagi untuk menjajal olahraga extrem ini.

"Di Majalengka, kemarin saya lihat IG-nya Ridwan Kamil...bla...bla...bla...," kata Mba Emon, ketika saya tanya dimana lokasi kita akan menjajal nyali ini.

Saya pun tertarik, apalagi dikuatkan dengan compang camping di lokasi, banyangannya pasti seperti di hutan. Tetap ya, rasa merinding di telapak kaki dan juga tangan masih sering 'kumat' kalau membayangkan diatas udara.

Saya tentu saja kebagian jok belakang
So cuuzz aja dari Cilacap ke Jakarta-Depok bertemu teman-teman yang lainnya, karena teman lainnya ada di sana semua. Saya yang anak daerah mengalah ke sana. Berlima, kami menempuh perjalanan sekitar 6 jam dari Depok menuju ke Majalengka ditempuh sekitar 6 jam. Letih, memang, tapi menyenangkan, karena sudah sangat penasaran dengan permainan yang baru akan dijajal. Pengalaman pertama, pasti.

Motret di dalam mobil yang melaju, dengan kamera seadanya
Memasuki Gunung Panten, lokasi paralayang yang ada di Desa Sidamukti, Kecamatan Munjul Kabupaten Majalengka, langsung disuguhi pemandangan yang sejuk, dan asik serta pas mau sunset dengan warna jingga yang keren. Semakin semangat jadi buat paralayang.

Portal sebelum nanjak ke lokasi paralayang
Sebelum memasuki, ke area wisata Paralayang, ada portal. Disini bayar parkir Rp 5.000 untuk mobil, ngga tahu kalau untuk sepeda motor, kemarin ngga nanya juga. Disini juga diatur, kendaraan yang naik turun, soalnya petugas sudah menggunakan HT untuk komunikasi. Jadi waktu ada mobil-mobil yang turun, kita yang bakal naik, diminta menunggu beberapa saat.

Sampai disana karena sudah sore, jadi kita carilah posisi buat camping dan nanya-nanya Paralayang. Nah, ternyata, disana tidak seperti yang dibayangkan, tidak ada camping ground seperti yang disangkakan. Kalau mau camping ya di gazebo-gazebo...wkwkwk...nah loh.

Tapi ada satu tempat lagi disana, namanya Paraland, disitu ada penginapan dan tempat camping juga, meski bayar. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya, sewa satu tempat penginapan, dan gratis buat camping di halaman depannya, yeee...Penginapannya pun unik. Tapi tetap deh, kita milih tidur ditenda...

Tinggal pilih saja mau tidur dimana
Bahagialah sudah bisa camping, makan besar dengan menu shabu-shabu komplit yang dibuat sama Mba Emon dan Mba Goslenk. Kenyang, tapi tidak langsung tidur, keliling-keliling dulu sekitar Paraland yang kece ini, sambil cekrak, cekrek poto2. Ngga bakal kehabisan ide buat foto di sini, banyak spot asik, dan instagramabel.

Memasak adalah hal paling asik saat camping

Kembali ke soal Paralayang, kami sempat menanyakan ke pos paralayang, jika mau bermain paralayang harus booking terlebih dahulu. Pasalnya, instrukturnya bukan dari wilayah Majalengka, tetapi daerah lain. Tapi belum ada keputusan bisa atau tidaknya. Semoga instrukturnya datang Minggu pagi ya.

Paginya, kami kembali menanyakan. Ternyata...tempat landingnya digunakan untuk kegiatan motorcroos...jadi...alias.. TIDAK BISA Mencicipi Paralayang. padahal anginnya, katanya lagi bagus. Tetap saja, tidak bisa. Baiklaah...artinya belum keberuntungan kami bermain Paralayang.

Ini lapangan buat landingnya, lg buat parkiran dan motorcross
Pelajaran yang bisa dipetik dari jalan-jalan kali ini, adalah kalau mau main Paralayang di Majalengka harus booking terlebih dahulu, untuk memastikan kuota dan bisa tidaknya.  Mau tau bookingnya kemana, banyak kok cari aja sama mbah google.

Disini ngga ada foto paralayang, karena memang ngga bisa main sih. mau ambil foto orang lain, nanti kena hak cipta. Jadi foto-foto yang kami cepret saja ya.

Menikmati bulan sambil leyeh-leyeh di Paraland

Makam malam kita, Shabu-shabu
Sunrise

ini adalah kami

Minggu, 08 Juli 2018

Kemit Forest, Wisata Alam yang Bikin Balik Lagi

Playground

Kemit Forest, dua tahun terakhir ini lagi ngehits banget di media sosial, terutama Instagram. Sudah lama pingin nulis ini, sejak pertama kali ke sana, tahun 2017 lalu. Tapi kok ya malesnya..minta ampun..heee..

Kemit Forest Education, begitu nama resminya. Berada di Desa Karanggedang Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Wisata edukasi yang lagi hits banget. Saya juga tahu dari teman-teman dan dari media sosial Instagram.

Kalau dari Cilacap kota, menuju ke Kemit Forest yang berada di hutan pinus ini ditempuh sekitar 1,5 jam (ukuran naik motor saya ya hee..).., lumayan bikin bokong panas (kalau naik motor sih). Meski perjalanan lelah, karena jauh, ditambah dengan jalannya yang kurang 'enak' semua terebus sesampainya di loksi wisata ini. Tiket masuk ke lokasi wisata ini sekarang informasinya Rp 5 ribu per orang.

Sejuknya angin diantara pohon-pohon pinus ini membuat, badan kembali segar sesampainya disana. Lelah perjalanan tertebus, mendengar desahan antar dedaunan yang saling beradu karena angin.

Asik kan
Banyak wahana yang bisa dicoba disana, ada sekitar 18 wahana. Ada yang gratis, dan rata-rata berbayar lagi. Tapi ngga nyesel kok, meski bayar lagi, karena bakal dapat foto keren-keren dari pemandu yang memang sudah lihai. Bayarnya sekitar Rp 10 ribu an lah.

Panahan

Pemandangannya Asik kan

Sebut saja ada swing shaker, paint ball, aechery, flying fox, sepeda gantung, playground, ketapel anry bird, titian tali, the lounge, dan ada lainnya. Ada juga cafe geong, ayunan gantung,  ada juga selfie deck yang bisa digunakan untuk swafoto dengan landskap pemandangan terbuka. Terakhir, camping pun bisa..ini nih yang nanti diulas sendiri, heee...

Ayunan Gantung


Dulu awal ke sana ada kandang kelinci, tapi awal tahun ini ke situ lagi sudah ngga ada. Mungkin dipindah ya, saya belum tahu...heee

The Lounge

Kalau capek tidak usah khawatir, banyak tempat duduk yang adem, apalagi dengan dipayungi payng warna warni. Asik deh pokoknya. Kalau lapas, tinggal keluar sebentar dari lokasi, atau tepatnya di depan komplek wisata, banyak warung-warung berjajar. Enaknya, sih bawa makanan sendiri dan tikar, jadi bisa serasa piknik-piknik gitu...heee

Tepat Istirahan yang nyaman

Selfie Deck


Saking asiknya lokasi Kemit Forest, ngga bakal biki bosen dateng ke sini, bikin nagih. Sudah beberapa kali saya ke sini, meski perjalannya jauh...Mau coba wisata alam yang asih di Cilacap, ini bisa jadi satu alternatifnya...yuk cuur...

Rabu, 04 Juli 2018

Segernya Ciblon di Kedung Pete



Berbahagialah kalian yang ada di Banyumas. Sangat mudah ketika akan ciblon, alias ceburan di sungai atau curug.

Masih banyak sungai yang airnya bening, dan seger banget. Berbeda dengan di tempat saya ini, haaa...sungainya sudah kaya kopi susu (ngga tega, kalau mau mandi, nyemplung kaki aja ngga tega..heee).

Kalau ke Purwokerto, cari yang paling mudah dijangkau, ya di Kedung Pete, yang lokasinya sekompleks Curung Telu. Atau di Curug Bayan, tapi karena seringnya rame, jadi enaknya di Kedung Pete. Berkali-kali ke sana tidak akan bosan.



Kedung Pete ini, satu komplek dengan Curug Telu. satu tiket masuk, bisa menikmati keindahan dai tiga lokasi, Sendang Bidadari, kedung Pete dan Curug Telu. Lokasinya yang berada di  Desa Karangsalam Kecamatan Baturraden. Kalau belum tahu lokasinya, cari di google maps sudah ada kok...hee...

Desa Karangsalam yang masih  berada di lereng selatan Gunung Slamet ini membuat udara disana masih sejuk. Banget malah. Tidak hanya udaranya yang sejuk, aliran air yang ada di Kedung Pete pun seger dan ngga bikin mata perih. Bakal mengigil kalau kelamaan mandi disini. Tenang aja, ada banyak warung-warung yang bisa untuk menghangatkan diri, dengan mengupi-ngupi dan makan mendoan anget.

Kalau ciblon disini, enaknya pagi-pagi, ya ngga pagi banget sih. Sekitar pukul 08.00 WIB sudah buka. Soalnya kalau pagi, masih jarang-jarang yang pada ciblon disini. Biasanya pada siangan, sepertinya menghindari agar tidak terlalu dingin sih.

Selain itu juga,  kalau lagi ke sini, selalu sepi, entah karena memang airnya yang dingin, dan dalem bikin pada males ciblon, atau karena memang wisatawannya pada seneng ke Curug Telu langsung atau ke Sendang Bidadari yang ada diatas Kedung Pete. Entah, yang penting pilihanku, ciblon di Kedung Pete, segeeeer e pool.

Kedung Pete

Kolam di Kedung Pete ini lumayan besar, kalau mau loncat dari bebatuan atau dari jembatan juga bisa. Karena kedungnya lumayan dalem juga. Sekarang  sudah ada tempat buat njebur, jadi mending enak.

Penyewaan Ban

Kalau yang tidak bisa berenang juga tidak usah khawatir, masih bisa berenang-renang atau bermain air. Ada penyewaan ban di warung-warung yang berjualan di sana. Kalau mau ganti juga jangan khawatir, karena ada juga toilet jadi bisa ganti baju deh.

Mau coba kesegeran dari Kedung Pete...cuus aja lah. Kalau ngga pingin ciblon, main kesini, menikmati pemandangan alamnya juga okeh. Bisa foto-foto buat menuh-menuhin feed Instagram.

Icon Curug Telu





Sendang Bidadari