Jumat, 30 Oktober 2015

Nyore di Waduk Kubangkangkung

Waduk Koebangkangkung


Papan Nama Wisata Kubangkangkung
Ngopi sambil menikmati sore paling asik memang di tempat-tempat yang menyatu dengan alam. Duduk di kursi bambu, dibawah pohon rindang dengan semilir angin...senangnyaaa....

Ngga perlu camping dan mendirikan tenda di bukit Trianggulasih, atau ke tempat yang saat ini lagi ngetren pemandangannya di sana yang jauh-jauh. Ngga usah jauh-jauh, cukup di Cilacap saja, di Waduk Koebangkangkung Kecamatan Kawunganten.
 
Warga memancing di Waduk Koebangkangkung yang airnya turun akibat musim kemarau panjang
Wisata waduk ini memang belum lama dibuka untuk umum. Karena sebelumnya air waduk ini digunakan untuk sumber air warga sekitar dan juga untuk sumber air bagi tumbuhan yang ada di sana.

Lokasinya berada di perkebunan karet milik PT Perkebunan Nusantara IX Kawunganten. Belum tau tempatnya? Jika dari arah kota Cilacap, kita menuju arah jalan ke Kawunganten, nanti di pertigaan Jalan Raya Jeruklegi, jika dari arah Cilacap jangan ambil jalan lurus, tapi belok ke arah Kawunganten ya. Kalau Lurus bakal ke Wangon.

Dari arah Wangon pun sama, menuju ke Jalan Raya Kawunganten. jalannya udah enak, paling saat ini lagi ada beberapa perbaikan. mungkin sebentar lagi sudah selesai. Pokoknya jalannya udah kaya jalan tol deh.


Dari pertigaan itu, sekitar 10 km lebih deh. melewati rumah warga dan masuk ke perkebunan jati dan akhirnya karet. Di sekitar hutan ini nanti kita akan mencapati beberapa warung kelapa muda di pinggir jalan yang menggunakan bambu, bukan itu tempatnya. Walau warung-warung itu juga ngga kalah asiknya dengan waduk ini. Tapi cobaik juga ke waduk, bakal lebih asik dan menikmati lebih banyak keasyikan.

Jangan sampai ke bablasan ya, pokoknya sebelum perlintasan kereta api, di sebelah kanan jalan jika terlihat banyak pagas dari seng, maka itu tempatnya.  Waduk Koebangkangkung, yang pintu masuknya sangat unik bangunannya.
Pintu masuk Wisata Koebangkangkung


Tiket masuknya murah aja, satu orang Rp 2.000 dan untuk parkir sepeda motor Rp 1.000 dan untuk mobil kemarin saya lupa menanyakannya. heee..mampir aja deh...

Udah deh masuk aja dan cari tempat untuk parkir yang enak.dan jalan menikmati sore di Waduk Kubangkangkung.
Kayu yang dijadikan tugu di Waduk Koebangkankung

Kita bisa jalan-jalan dulu loh mengelilingi waduk yang pohon-pohonannya pada miring-miring ini.. Ngga perlu khawatir jalannya berlumpur saat hujan, atau berdebu saat musim kering kayak gini. karena sudah ada jalan setapak.

Jalan Setapak diantara pepohonan
Atau juga bisa langsung memilih tempat untuk duduk-duduk menikmati alam, sambil pesen kopi atau kelapa muda di warung yang ada di tempat wisata ini.

Deretan warung yang menyediakan makanan dan minuman

 Nyari tempat buat ngopi, ngga bakal susah. apalagi kalau lagi sepi sih. heee....soalnya banyak tempat duduk yang sengaja disediakan buat para wisatawan yang dateng ke sana.

Satu bentuk tempat duduk buat ngopi, sayang keamrin ngga ada temen buat ngopi..jadi foto aja tempatnya
Banyak juga loh wahana yang disediakan disini. tapi hampir semuanya sih harus bayar lagi. Ada kapal wisata, bebek kayuh, terapi ikan, mandi bola, kereta wisata. Heee..lupa, harga-harganya. Tapi pas kemarin lagi main ke sini, air waduknya lagi susut sampai 3 meter, jadi kapal yang bisa buat keliling-keliling hanya disandarkan saja.
Bebek kayuh lagi disandarkan, airnya nyusut broo

Kayaknya asik kalau airnya lagi tinggi...main lagi ah kalau pas udah musim hujan

Dermaga buat naik kapal

Gazebo dan juga kereta mini

wahana mandi bola
Terapi Ikan
Jembatan Teratai...harusnya banyak teratai nih
Kayaknya dari jembatan ini, di tengah ya kalau sore bisa menikmati sunset loh. Walau mungkin tidak penuh, karena terhalang oleh pepohonan yang ada. yuk coba...

So...kita yang ada di Cilacap, bisa loh menikmati sore di sini bersama atau saat lagi suntuk bisa juga main ke sini. Hilang deh kegundahan...Musim hujan atau musim kering pun tempatnya tetep asik kok.

Kalau anak Cilacap kota, jangan sore-sore pulangnya, karena jalan di sekitar hutan perkebunan ini kalau malam gelap, karena belum semuanya diterangi penerangan jalan.

Ikon baru di Kubangkangkung


#YukMain

Senin, 19 Oktober 2015

Mau Air Hangat atau Dingin?..tinggal pilih deh

Curug Genting di Wisata Alam Giri Tirta (satu dari dua Curug yang ada)




Berwisata ke air terjun atau curug memiliki sensasi tersendiri bagi kita. Bukan hanya karena ingin pamer foto saja di media sosial, tetapi perjuangan kita kesana sering kali membutuhkan tenaga yang luar biasa.

Tapi tidak semua air terjun seperti itu loh, ada juga yang jalannya cuman sebentar, tapi bisa menikmati pemandangan yang luar biasa. Tak usah disebutkan curug mana, heee...hampir sama dengan curug yang berada di wisata alam di Giri Tirta, Pejawaran Banjarnegara ini.Saya harus berkendara dari Cilacap-Dieng-Banjarnegara. jauh kan.

Wisata alam Giri Tirta ini, kita bisa menikmati tidak hanya satu objek saja loh, tetapi tiga..bayangkan tiga. Kalau kata pepatah, Satu dayung tiga pulau terlampauai...ukhuuy...Ke sini, kita bisa menemui dua curug sekaligus, Curug Genting, Curug Mrawu serta satu sumber air panas Giri Tirta.

Jadi kalai mau main ke sini, kita bisa memilih mau yang panas-panas atau mau dingin-dingin, atau keduanya. Bisaaaa...

Perjalanan kemarin saya lakukan setelah bermain-main di Dieng bersama dengan lima teman seperjalanan. Dari Candi Arjuna Dieng, kita berjalan (kemarin pakai motor) menuju ke arah Desa Batur Kecamatan Batur, ikutin aja jalur itu. kemarin soalnya lagi mbonceng, jadi ngga inget banget. Tapi saya ingat jalannya yang akan menuju ke lokasi tanah longsor di banjarnegara beberapa saat lalu itu.

Kalau mau lebih jelas, nanya saja ke warga sekitar. Udah pada tahu kok. heee...Nanti di perjalanan, kita menemui pertigaan dengan gapura dari besi, ucapan selamat datang di Giri Tirta. Sayang kemarin ngga ke foto, lagi mbonceng sambil ngetik berita. heee

Ikutin saja jalan itu, jalannya ngga bagus-bagus banget, tapi juga ngga rusak-rusak amat. Lumayan lah, masih bisa dilalui. Ada beberapa belokan yang mesti kita tempuh, belok kanan dan belok kiri. Beberapa kali juga kita harus tanya-tanya ke warga, karena tidak ada petunjuk jalan menuju ke arah lokasi wisata alam ini.

Tenang saja, semua orang tahu kok, jadi nanya saja kalu ngga mau nyasar. Kita sempet salah belok, lewat jalan yang aduhai. sampai sepeda motor hampir ngga kuat. Setelah melihat sekitar dan nanya lagi, memang salah jalan, bukan jalan keatas yang dipilih, tetapi lewat jalan setapak dengan dua jalur yang harus dipilih.

Sampai di lokasi parkiran, kita bisa melihat disebrang ada bukit yang sudah ditanami dengan tanaman sayuran, dengan di bawahnya ada aliran sungai yang dari kejauhan pun sudah terlihat bebatuan dengan warna kuning. Akibat dari kadar belerang yang mengalir disana. Tapi bukan bukit itu, tempat curugnya. Kita hanya berjalan beberapa menit saja kok.

Pemandangan dari atas bukit
Dari parkiran itu, kita akan turun sedikit, melewati jembatan bambu kecil diatas irigasi pertanian. Ikuti saja saluran irigasi itu, sesekali celukan kaki kita ke air di saluran irigasi itu, hangat. Hati-hati jalannya, karena di sebelah kanan kita adalah tebing yang kadang curam dan kadang ada tanaman-tanaman pertanian yang ditanam warga.
 
Dari parkiran sepeda motor, turun dikit kok
Jalan setapak menuju Curug Genting, saluran irigasi di sebelah kiri, ladang milik warga di sebelah kanan
Tidak sampai 1 km, kita akan mendapati, guguran batu karena ada penambangan batu disana. Batunya sudah terbentuk tipis-tipis kaya lapis. Hati-hati jalannya, karena bisa saja longsor. Tapi kemarin kita lihat ada pemuda yang menggunakan sepeda motor melewati pematang tersebut. Uwow...padahal, disebelah kanan merupakan tebing yang lumayan curam loh.

Penambangan batu

Ini mas-mas yang lewat di jalan setapak menuju ke Curug

Musimnya memang lagi kering, jadi gemercik airnya Curug Genting, curug yang pertama kita akan temui pertama kali tidak terdengar dari kejauhan. Debitnya yang memang sadang kecil, posisinya juga memang menjorok ke dalam.

Dari atas jembatan besi menuju ke sana, kita terlihat sudah curug genting yang berada di tengah-tengah tebing bebatuan. Jembatannya lupa difoto, karena masih buru-buru mau ngetik hee (alasan ya..).

Potret Curug Genting dari atas jembatan

Sampai disana sudah sepi, tidak ada wisatawan atau penjual makanan yang masih berada di sana. Di lokasi sini juga sepertinya sudah mulai ditata, terlihat dengan sudah adanya gazebo untuk beristirahat, tempat duduk dari bambu untuk menimkati indahnya curug, dan juga tidak jauh dari sana ada WC.

Awalnya, saya kira air curug genting ini memang mengeluarkan air panas, karena dari atas jembatan saya melihat bebatuan berwarna kuning, efek belerang. Tetapi saya salah sangka. Air curugnya tetap dingin, sedangkan aliran air panasnya ini berasal dari sumber air panas Giri Tirta yang lewat melalui saluran irigasi dan menyatu di dekat aliran air curug. 

Aliran air hangat yang berasal dari Giri Tirta, berbaur menjadi satu di aliran Curug Ginting
So...kita tinggal pilih, mau menikmati air dingin atau air hangat. Bisa dua-duanya kaan. Kalau capek berjalan, berendam dulu di air hangatnya. Tidak terlalu panas, mungkin karena memang agak jauh dari sumber air panasnya. Awalnya mengira airnya memang panas sekali, karena uap airnya sangat tebal, ternyata hangaat. Rencana awal sih mau mandi-mandi, tapi karena sudah sore, jadi berendam kaki saja dan cuci muka.
  
Curug Ginting dengan ketinggian sekitar 70 meter, debit airnya lagi kecil
Menikmati sensasi air hangat dan dingin

Pertemuan air panas dan dingin
Waktu yang mepet sudah menunjukan pukul 17.00 lebih, membuat saya memilih berendam dan menikmati sensai air hangat di Curug Genting ini. Sedangkan teman-teman saya yang berempat menuju ke Sumber Air panas Giri Tirta dengan berjalan kaki. Saya hanya menitipkan kamera saya kepada teman saya itu, untuk mengabadikan air panas Giri Tirta.

ALiran Air Panas Giri tirta
Sayang memang ke lokasi ini tidak semua lokasi kita jamah. Namun, bagaimana lagi, waktu sudah Magrib warga sekitar yang kita temui pun mengingatkan agar jangan malam-malam pulangnya. Selain itu kita masih harus menempuh perjalanan lagi, sampai Cilacap. So..akhirnya pulang, walau dengan berat hati, karena belum melihat secara langsung Sumber Sir Panas Giri Tirta, dan Curug Mrawu. Kapan-kapan pasti ke sana lagi, dan luangkan waktu sebaik mungkin.

Sampai di Parkiran, hari sudah gelap. tapi masih ada petugas yang menunggu kami. Walau tidak ada pos tiketing disana, hanya ada gubug bambu, petugas yang sepertinya pemuda asli desa tersebut menarik uang parkir masing-masing sepeda motor Rp 2.000 dan uang masuk Rp 5.000. Total semuanya Rp 36 ribu, di tawar pun tidak boleh. haaaa...

Kamis, 15 Oktober 2015

Menikmati Padang Savana Gunung Pangonan

Candi Arjuna dari Bukit Gunung Pangonan


Menjelajah Dataran tinggi Dieng memang tidak ada puasnya. Selalu saja memberikan sesuatu yang baru dan menarik jika ke sana. Bukan hanya Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Gunung Prau saja, atau mencari Golden Sunrise di Sikunir, tapi ada tempat yang tidak kalah asiknya. Menjelajah padang Savana di Gunung Pangonan atau Lembah Sumerep

Mungkin sudah banyak yang tahu, tapi bagi saya itu suatu penjelajahan baru. Apalagi bersama dengan teman yang baru ditemui di sana. Mereka aman kok, baik-baik dan tidak sombong.

Gunung Pangonan, tingginya sekitar 2.300 mdpl, hampir sama seperti Sikunir lagi. Kalau ke sini bisa beberapa jam saja naik turun, atau kalau makin enak memang camping di sana. Tapi kemarin naik turun sampai menikmati indahnya padang savana disana sekitar 4 jam. Belum cukup sih.

Banyak jalan menuju ke Gunung Pangonan ini. Diantaranya lewat Tlaga Merdada Desa Karangtengah, bisa lewat Desa Buntu, lewat Kawah Sikidang, atau lewat Musium Kailasa Dieng. Kalau saya bersama dengan empat teman baru saya ini lewat belakang Musium Kaliasa dari Candi Arjuna.



Musim Kaliasa Dieng
Dari Musium Kaliasa, kita menaiki tangga sebentar sampai nanti masuk ke kebun kentang milik penduduk. Hati-hati masih ada tanaman warga loh, kita lewat pinggir-pinggirnya aja sampai nanti sampai di jalan yang lumayan besar dan berdebu (maklum, lagi musim kemarau). Dari situ, kita bisa lihat di sebrang jalan, ada jalan setapak yang sduah di semen naik ke atas bukit. Untuk ke sana, kita akan melewati pipa besar, tapi santai kita ngga usah naik-naik ke pipa, karena hanya melewati di bawahnya.


Awal naik sudah jalan setapak
Jalan setapak yang di semen ini sudah hampir sampai atas loh. Lumayan buat yang ngga suka dengan tanah. Tapi buatku, ini lebih berat dan sulit, karena kalau ngga hati-hati bisa terpeleset. soalnya sepatu ku, kaya ngga cocog di jalanan yang seperti ini, heee... Apalagi kalau turun harus -hati-hati ya.. lari saja broo...(tidak saya sarankan sih, kasihan kakinya nanti..heee)


Nengok ke belakang sebentar deh, kalau lagi cerah bisa dapat pemandangan Gunung Prau full
Pertama jalan aja sudah langsung naik, namanya juga naik gunung, heee..tapi noleh sebentar deh ke belakang. Kalau lagi cerah, bakal melihat pemandangan yang sangat menajubkan. Ya, terlihat Gunung Prahu yang sudah melegeda bagi para pendaki gunung. Ini bisa jadi penyemangat, dan obat capek, sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke pasang Savana.

Petunjuk arah
Di jalan yang sudah di semen ini, sudah ada petunjuk arahnya loh. Savana adan ke Sunrise Pangonan. Tapi karena kalau melihat Sunrise harus pagi-pagi, jadi saya lurus saja menuju Savana. Mungkin kapan-kapan bisa camping dan naik ke posisi yang bisa melihat sunrise. oke, jadwalkan!!

Di jalan, banyak anak muda mudi yang baru turun. Pakainya sandal atau sepatu biasa, jadi sepertinya medannya memang ngga terlalu ekstrim.So nikmati saja perjalanannya.

Jalan bersemen ini memang belum sampai ke Savananya. Tapi lumanyan panjang yang sudah dibuat jalan setapak. Bahkan, di jalan ada beberapa tumpukan semen yang pastinya bakal digunakan untuk membuat jalan disana.Tapi jangan terus ngikutin jalan setapak ya, ada yang belok ke ke kanan dan menuju ke atas. saya belum tau ke mana, karena ngga ada arahnya, mungkin ke puncak Sunrisenya kali. kapan-kapan cek coba. Kalau mau lihat ke padang Savananya lurus aja ngikutin jalan setapak dari tanah.

semen-semen untuk membuat jalan setapak
Sepanjang jalan menuju ke Padang Savana Gunung Pangonan, tanamannya masih rimbun dengan berbagai jenis tanaman. Malah ada spot yang bisa lihat kawah Sikidang.


Kawah Sikidang

Hanya saja karena lagi musim kering, jadi debunya lumayan. Jadi, kalau jalan rombongan harus hati-hati ya, kasihan yang belakang. Kena debunya. Disarankan pakai masker atau penutup hidung.

Perjalanan yang lumayan nanjak dan berdebu sekitar 35 menit, ini akan terbayarkan dengan melihat keindahan padang savana dari kejauhan. Luasnya luar biasa, mungkin bisa buat bikin 20 lapangan sepakbola, lebih mungkin.
 
Padang Savana Gunung Pangonan dari kejauhan
Tak sabar rasanya ingin langsung turun dan berguling-guling menikmati padang savana yang luar biasa indahnya itu.Tapi harus turun melewati turunan yang lumayan tanaj, jadi hati-hati sampai bawah. Melewati pohon cemara yang hijau dan rindang, sampailah ke padang savananya yang sangat luas. Nikmati padang savana mu...uwoow

Pintu menuju ke Padang Savana
Anak-anak muda yang menikmati padang savana

adem

Bersama teman baru

Terlihat di belakang objek merah ada pepohonan yang ada di tengah padang savana

Maap, modelnya hanya ini saja

Ayo ke sini

Asiknya main ke padang savana ini, apalagi ramai-ramai bareng temen-teman. akan lebih seru. buat foto-foto juga asik. Apalagi bawa makanan dan dimakan bareng-bareng ke sini, lebih menyenangkan.

#Yuk Maiiiiiinn....