Jumat, 03 Mei 2013

Baru, Stok Lama by Teguh Lumbiryanto

Baru, Stok Lama * Saat kembali ke Kampung Pendidikan Hidup itu memang diperkenalkan. Apalagi kapasitas sebagai pelaksana usia sekaligus pelakon profesi. Beranjak umur, lingkungan selalu mengajari perkenalan beragam hal. Pun dengan profesiku sebagai pionir reportase. Segala tugas selalu diawali dengan sapaan perkenalan dengan narasumber, di sana-sini. Senin (7/4/2013). Kebijakan Redaksi Radar Banyumas memindah wilayah tugasku. Dari bidang pemerintahan politik (Pemkab dan DPRD, partai politik di Banyumas) menuju bidang pendidikan. Sebuah perkenalan baru, yang bukan baru. Tepatnya, perpindahan bidang yang bukan lagi menjadi tantangan baru. Meski jelas-jelas aku harus belajar lagi. Paradigmaku sependapat dengan Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Kabid Dikmen Dindik) Kabupaten Banyumas, Joko Wiyono MR. Pertemuan pertamaku dengannya Senin itu, sosok pria berperawakan tinggi langsung membuat istilah baru. "Kamu itu, baru (wartawan bidang pendidikan, pen) tapi stok lama," tutur Joko di kantornya mengawali nasehat menyuruhku segera menikah. Tentu saja, bukan perkenalan baru buatku. Awal 2010 lalu, aku sudah berkenalan dengannya di Dindik. Hanya saja saat itu, pria yang belakangan akrab disapa Joko Wi ini menjabat Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum, di bawah naungan bidang yang dijabatnya kini. Makanya bukan lagi menjadi hal aneh ketika dia langsung menodongku dengan nasehat mensegerakan nikah. Aku pertegas pelumrahan nasehat Joko Wi. Perkenalan pertama dulu, aku baru saja lulus jenjang Strata Satu (S1)-wisuda 29 Desember 2009. Awal perkenalan itu pula aku baru saja pindah bidang liputan setelah dua bulan sebelumnya aku diamanatkan menggali berita floating alias isu umum di lapangan. Mengetahui sedikitbanyak kepribadianku-sebut saja identitas singgel-langsung menyuruhku segera menikah. Pertimbangannya aku sudah rampung menempuh pendidikan. Ditambah lagi punya penghasilan-tanpa menimbang jumlah-ketika dipertemukan dalam suasana kerja. Masih diimbuhkan dia, pertimbangan ajaran agama, kesiapan mental dan spiritual hingga jaminan rizki yang dijanjikan Pencipta. Nah, nasehat itu tidak langsung aku jalankan. Setidaknya sampai kembali dipertemukan dengannya kini. Tentu saja ingatannya langsung merekam pertemuan itu. Diperkuat pengakuanku yang memastikan masih berstatus bujangan. *** Hanya Beberapa "Joko Wi" Selepas memberikan nasehat itu, obrolan mengerucut ke materi pemberitaan. Sesuai kepentinganku, ketika menemui Joko Wi yang kini menambah jabatan sebagai Ketua Pelaksana Ujian Nasional Kabupaten Banyumas. Seputar persiapan, perbedaan aturan, hingga peluang kesulitan yang dihadapi di kabupaten yang mencetak siswa peraih nilai tertinggi ketiga, masa itu. Perkenalan dengan Joko Wi selesai, kulanjutkan ke bidang lain. Masuk ke ruang Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, hingga sejumlah Kabid lain. Semuanya nihil. Tidak satupun yang berada di ruangan. Alhasil aku mangkal di ruang Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) bersama jajaran staf yang masih dihuni PNS serupa. Kutemui Kasi Kurikulum Dikdas Dindik, Susmoro, dan Kasi Pengendalian Mutu (Dalmut) Dikdas, Pudji Rahardjo, menunjukkan sapaan ramah seperti tiga tahun silam. Sama halnya dengan Kasi PPTK Dikdas-dulu Kepegawaian, Rahita Utama. Dia bahkan memperkenalkan punya bos bidang baru lagi setelah sebelumnya mengalami bos Fatkhurrohman (sekarang di RSUD Ajibarang), dan Herni Sulastri (sekarang sudah di Kepala Bagian, Kabag Hukum Sekretariat Daerah, Setda Kabupaten Banyumas). Bos baru Rahita yang masih punya bawahan orang-orang lama, adalah orang yang dulu sering menjadi narasumber pemberitaanku bidang Pendidikan Non Formal (PNF), Siswoyo. Senin lalu, belum bisa kutemui karena ada tugas dinas luar daerah. Nah, orang baru tapi stok lama-meminjam istilah-di Dindik ternyata jarang. Karena di bagian lain, kini sudah berbeda. Kepala Dinas, yang dulu sampai kualami dijabat Purwadi Santosa (kini menjabat Asisten Pemerintahan dan Administrasi Setda Kabupaten Banyumas), Santosa Edi Prabowo (sekarang Menjabat Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, DPPKAD). Kini, bapaknya pendidikan Banyumas itu dijabat mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (Bapermas PKB), Wahyu Budi Saptono. Sama halnya dengan Sekretarisnya. Jabatan yang dulu kukenal diampu Muntorichin (sekarang Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan Srie yono (sekarang Camat Gumelar), kini dijabat mantan Kabag Perekonomian Setda kabupaten Banyumas, Azis Kusumandani. Jabatan Kabid baru kutemui di bidang Dikdas, Edy Rahardjo, hingga Kabid PNF yang dipegang Ketua PGRI Banyumas, Takdir Widagdo. Kasi baru, sementara yang sudah kutemui bidang Dikdas, Gunadi, yang dulu dijabat Sinung Adi Palwoko (kini bertugas di TPA Gunung Tugel). *** Perkenalan dengan Bos Namanya orang baru yang mertamu ke rumah pendidikan, tentu diawali dengan perkenalan. Tepatnya memperkenalkan diri. Pun denganku terhadap semua jajaran. Meski dalam prosesnya-karena dipengaruhi lingkungan dan SDM yang beragam-kesan awal dari penghuni Dindik beragam pula. Istilah wartawan baru stok lama, jadi istilah mentereng di lingkungan Dindik buatku. Khususnya bagi pejabat lama yang sudah kukenali sebelumnya. Atau pejabat baru kukenal, yang sempat berkenalan di instansi lain. Sementara perkenalan dengan pejabat baru-sebut baru kukenal-tentu saja benar-benar perkenalan. Pejabat stok lama, semuanya meminta aku cerita beragam pengalaman. Karena selain numpang hidup di Dindik dulu, sudah malang-tanpa melintang-di Pemkab, DPRD hingga parpol di Banyumas. Kataku mengiyakan-dilanjutkan serangkaian kisah-meski hatiku menyangkal. Sangkalan itu serupa dengan perkenalanku bersama pejabat baru Dindik yang mayoritas bos itu. Tanpa cerita kukenali dia punya beragam pengalaman kerja. Tentu saja selain di Dindik sudah malangmelintang di SKPD, Badan hingga Sekda sekalipun. Seperti mantan pejabat Dindik yang kini menjabat di bidang lain. Sebut saja Purwadi Santosa. Kukenal paska menjadi Kepala Dindik, dia diamanatkan menjabat Kepala Dinperindagkop, lalu Aspemin, ditambah Plt Inspektorat. Sebelumnya di lingkungan Sekretariat DPRD Banyumas. Sedang aku, hanya di bidang floating-pendidikan-pemerintahan, politik, parpol-kembali ke pendidikan. *** Dindik Oh Dindik Kembalinya ke Dindik-selain pejabat baru-aku belum mendapati hal baru lain terkait perkembangan sejarah prestasi. Padahal seiring waktu berjalan aku mengetahui sudah gonta-ganti bos. Baik di kursi Kepala, Sekretaris, sampai Kabid-Kasi. Sedang staf aku tidak mendapati. Buktinya, kesan pertama aku menjumpai informasi perkembangan internal Banyumas. Yang aku dapati justru kerusakan ruang kelas dengan jumlah ratusan. Program rehab yang dianggarkan dua tahun berturut-turut hingga kemarin belum juga dijalankan. Padahal potretnya sudah sampai muncul sekolah ambruk karenanya. Informasi penyeimbang, aku peroleh datar-datar saja. Prosesi persiapan UN, kebijakan baru jelang masa pendaftaran, kebijakan baru kurikulum dan, itu-itu saja. Tentu batinku memunculkan hipotesa: inikah dampak rolling yang rutin dilakukan Mardjoko hingga lebih dari 27 kali sejak awal masa kepemimpinannya? Atau berbalik kuhipotesakan, hanya bisa berkiprah seperti inikah gonta-ganti bos di Dindik selama ini? Oh, atau rolling itu kepentingannya kepentingan non pengembangan? Namanya hipotesa, tentu dugaan-kalau tidak disebut analisa sementara. Batinku diajak diskusi pikiran menuju logika. Selain bertugas menginformasikan fakta, aku juga dituntut berjiwa kritis dan membuktikan "buruk sangka" sebuah fenomena, fakta hingga fatamorgana. Logikaku muncul, ini baru sebagian cermin Dindik Banyumas. Kemungkinan kemajuan, kemunduran, keterpurukan, banyak yang belum kugali. Toh, aku benar-benar baru kemarin berkenalan-lagi-dan berkaca dari pengalaman dua tahun silam. Hipotesa aku telan. Sebagaimana ikhtiar, kusempurnakan dengan doa. Besar harapanku pengalaman baru yang memunculkan hipotesa itu hanyalah kekerdilanku saja. Kekerdilan pengalaman yang hanya di Dindik dan "kembali pulang" ke Dindik. Kekerdilan pemikiran lantaran terlalu banyak belajar kulit politik yang dihiasi kritik membangun dan kritik menjatuhkan. Atau buruk sangka diantara segelintir baik sangka terhadap kebijakan. Kulanjutkan, besar harapanku itu semua hanya wujud kekerdilanku saja. Kekerdilan pelajaran sejarahku akan Dindik selama dua tahun silam. Kekerdilan yang tidak paham segala perkembangan Dindik menuju kemajuan atau keterpurukan. Maka dengan segala keterbatasan, kupanjatkan doa semoga, dua hari pengalaman baru dan hipotesaku, semata-mata hanya kebodohanku akan Dindik selama dua tahun terakhir. Sehingga di balik itu, segera kuketahui segudang kemajuan hingga tersebut prestasi yang membanggakan. Doa, sekaligus pengharapan. Selasa, 10 April 2013 Purwokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar