Minggu, 03 Desember 2017

Warung Tenda Karangsalam, Nongkrong Ajah, atau Camping…Bisaa


 
Warung Tenda Dengan Pemandangan Lampu Kota Purwokerto

Berawal melihat postingan lovepurwokerto di Instagram, yang mempromosikan tempat nongkrong baru dan kelihatannya seru. Ada warung atau café dengan konsep tenda, dan ada di dekat kita, Karangsalam Baturraden.

Melihat itu, apalagi fotonya yang keren, membuat saya jadi penasaran. Bagaimana rasanya nongki-nongki asik di dalam tenda, sambil bercengkama bersama teman, menikmati menu, dengan suasana udara dingin Baturraden yang menyegarkan. Dipastikan, kita serasa sedang naik gunung atau camping beneran. 

Saya yang memang lagi kangen camping ini pun semakin penasaran, siapa tahu bisa melepas kerinduan menginap di alam.

Berbekal, postingan dan keterangan di IG Love Purwokerto itu, saya dan teman pun menuju ke sana. Lokasinya ternyata sangat mudah dijangkau. Masih berada di kawasan Curug Telu Karangsalam Baturraden. Dari parkiran Curug Telu, kita masih harus naik ke atas sedikit, mengikuti jalan aspal, sekitar 100 meter. 

Hati-hati, kala perjalanan malam, karena tidak ada penerangan di sepanjang jalan dari pintu masuk ke curug telu sampai ke lokasi, gelap. Tapi demi mencapai tempat keren, jabanin saja deh.

Sekali lihat, tempatnya sudah instagramable banget. Parkirannya pun lumayan luas untuk sepeda motor, dan sepertinya cukup juga untuk beberapa mobil.

Masuk ke lokasi warung tenda ini, Kita langsung disambut oleh para pengelola Warung Tenda dengan ramah. Mereka berada di sebuah rumah-rumahan yang dibuat dari bambu, dibentuk warung dengan dua lantai. Lantai bawah digunakan sebagai warung dan tempat memasak, sedang lantai dua digunakan untuk nongki-nongki, jika ingin aman ketika hujan tiba (alias ada atapnya).

Kami yang Bahagia

Sementara untuk tenda-tenda ada di sebelah timur warung, ada sekitar delapan tenda yang berjajar rapi dalam dua shap. Masing—masing ada empat tenda menghadap ke arah Kota Purwokerto. Pemandangan malam hari, tentu akan terlihat jelas kerlip lampu kota Purwookerto yang indah bagaikan bintang-bintang.  

Beruntung, kemarin malam, bulan juga sedang bersinar dengan ramahnya. Menambah suasana menjadi lebih ceria, dan tentu sangat asik, karena tidak ada hujan yang menganggu obrolan kita. Makin betahlah kita.

Satu tenda, dengan tenda lainnya tidak saling berhimpitan. Dipisahkan taman-taman yang dibuat sedemikian rupa rapih dengan berbagai bunga dan rumput hijau, terlihat asri dan rapih. Diantara tenda, ada tempat duduk yang dibuat dari potongan batang pohon, dan sebuah meja kayu, tempat nongkrong sambil menikmati menu dan melihat kerlip bintang dan lampu kota Purwokerto.

Saya dan teman sengaja memilih duduk di kursi potongan kayu-kayu ini. Karena di dalam tenda hanya cukup untuk dua orang saja. 

Suasananya pun terang, karena ada beberapa lampu yang dipasang disana. Uniknya, mereka memanfaatkan botol bekas air mineral sebagai penghias, recycle. Eh, ada fasilitas WC juga sepertinya, meski tadi saya tidak mengecek langsung.

Ternyata, setelah tanya, Warung Tenda ini bukan hanya tempat nongkrong. Tetapi bisa juga untuk menginap, alias camping. Artinya tenda yang disediakan, bukan hanya sebagai pemanis buatan untuk makan-makan beberapa saat saja, tetapi bisa dipakai untuk camping dan menginap. asik kan. besok-besok ngga usah jauh-jauh camping, tinggal booking ke sini saja, makanan pun terjamin.

Tarifnya, murah saja Rp 45 ribu untuk satu tenda berisi dua orang, dan mendapat sarapan pagi. Asik kan. Kalau mau hanya nongkrong juga bisa, pesen menu makanan dan minuman yang ada di sana, dan bisa dinikmati di dalam tenda atau di kursi-kursi yang disediakan. Tinggal pilih.

Asik buat nongkrong, pokoknya


Meski menunya sederhana, tetapi tetap enak dinikmati di suasana dingin dan kebersamaan di alam bersama teman. Menu-menu yang disediakan mulai dari sate ayam, sate kelinci, sop ikan, mie rebus, mie goreng, mendoan dan lainnya ditawarkan dengan harga terjangkau. Sama halnya, dengan minumannya, ada berbagai macam dari yang minuman sacet sampai kopi jawa. Asikan.

Selain asik buat nongkrong, juga pastinya asik buat foto-foto. Instagramable bannet deh.  Eits, jangan lupa bawa kamera yang canggihan dikit, biar foto-foto malam hari jadi keren, ngga kaya kami yang hanya berbekal kamera hengpon jadul, jadi fotonya alakadarnya.

Saat menuju ke Warung Tenda ini, sempat berfikir, tempatnya bakal penuh. Bagaimana tidak, lagi malam minggu dan sudah diposting di IG, pasti bakal dengan cepat dikenal anak-anak hits Purwokerto. Ternyata sampai di lokasi, masih sedikit pengunjungnya. Sehingga, jadi lebih asik nongki-nongki kita kemarin dan betah banget lama-lama nongkrong, meski semakin malam semakin dingin.

Kita lagi Main Pokeran..Tau kan siapa yang kalah??
Eh, saran aja buat ke pengelola warungnya, ada permainan yang disediakan, sehingga para pengunjung bakal lebih asik main, kayak kemarin kita main pokeran, dengan kartu yang dibawa sendiri. Seru.

Penasaran, cuuz aja langsung ke tekaape.  


Sabtu, 02 Desember 2017

Jangan Dibaca, Tulisanku Jelek

#Edisi curhat



Tulisan saya memang jelek, jadi jangan dibaca. Seberapapun saya berusaha memperbaiki, tetap saja dianggap jelek. Mungkin ini 'passion' yang saya paksakan. Bukan karena biar ‘kekinian’, tapi otak saya butuh pelampiasan saja agar tidak buntu.

Teringat, zaman sekolah dulu, saat ujian pelajaran Bahasa Indonesia, seringkali ada sesi untuk mengarang indah. Seingat otak saya yang pas-pasan ini, setiap baru menulis dua paragrap, kata-kata itu sudah tidak keluar. sudah berakhir di titik. Akhirnya, barisan kata yang dirangkai pun tidak panjang.

Padahal, melihat teman yang berada di kanan, kiri dan bagian belakang halaman karangannya penuh. Melihat itu, saya pun berfikir bagaimanapun juga, halaman karangan indah ini harus penuh.

Tidak soal isinya, yang penting penuh, jadi saya menulis, entah asal atau bagaimana. Saya tidak ingat, nilainya atau pendapat guru, sepertinya nilainya selalu pas-pasan atau bahkan dianggap jelek. Ah…yang penting saya naik kelas terus dan tidak pernah tinggal kelas.

Selama SMP, SMA dan kuliah, kadang saya menulis puisi unek-unek di hati atau menulis cerpen. Teman-teman bilang tulisan saya jelek, bukan tulisan tangannya, tapi isinya. “Maknanya ngga ada, ngga jelas”.

Saya cueki saja, dan ‘memang begitu gaya saya’. kata saya dalam hati sebagai pembelaan. Namun, ternyata cuek itu tidak bertahan lama. Lama-lama karena sering dibilang begitu, membuat saya juga akhirnya malas menulis. Menulis pelajaran kuliah sekalipun, jadinya motokopi.

Kini, karena profesi saya, mau tidak mau saya harus menulis lagi. Sudah lima tahun lebih, dan tetap saja tulisan saya jelek. Mesi saya sangat menyukai pekerjaan ini. 

Begitu dengan tulisan di blog saya, yang sudah dikelola selama beberapa tahun ini, tetap saja tulisan saya jelek. 

“Biarin tulisan saya jelek, tunjukan saja tulisanmu,” ujarku kepada orang itu. Bagaimana tidak dia mengkritik tulisanku, tetapi sama sekali tidak menulis. Itu mungkin memang lagi-lagi pembelaan ku.

Tapi, memang kata-kata itu kembali membuatku aku jadi malas lagi menulis. Terbukti, menulis blog saja tidak rutin. Saya saat ini lebih banyak menikmati tulisan orang lain, dan selalu mengagumi. ‘Bagaimana mereka bisa menulis seperti ini?”. Saya belajar dari situ.

Seharusnya, kritikan itu membuatku terpacu untuk bisa memperbaiki tulisanku menjadi lebih baik lagi. Jadi terima saja, dan bahkan harus lebih semangat. Lebih menghargai diri, seperti kata-kata dari Deddy Cobuzier "Berhenti komplain tentang hidupmu, dan mulai menghargai hidupmu sendiri'.

Tapi tetap saja, tulisanku jelek. Jadi jangan dibaca!!!.


Ini yang menjadi satu faktor saya  merasa jenuh menulis. Bahkan berfikir untuk hiatus sampai nanti entah kapan waktunya. Pingin ngopi dan berkarya lain semampuku.

Jumat, 20 Oktober 2017

Jangan Remehkan Gunung, Fisik Itu Penting

Pendaki berjalan di puncakan Gunung Gede
Jangan remehkan gunung ketika mendaki, meski tingginya lebih rendah dari gunung yang pernah kau daki sebelumnya. Tentu saja harus tetap ada persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pendakian.

Jangan ‘modal nekat’, lalu berfikir ‘pokoknya pingin naik gunung’, atau ‘ah tingginya ngga seberapa, gampang,’. JANGAN!!!

Fisik menjadi hal yang paling penting dalam pendakian, selain persiapan lainnya, seperti informasi terkait gunung yang akan kita daki, perlengkapan, peralatan dan juga uang tentunya. Fisik prima menjadi modal dasar pendakian. Dengan fisik yang baik, akan berdampak kepada psikologi kita sendiri saat mendaki.


Awal Perjalanan menuju Gunung Gede lewat Jalur Gn Putri saja sudah terlihat ngos-ngosan
Bahkan fisik yang baik ini  juga demi keamanan kita sendiri. Ada yang mengatakan, kecelakaan di gunung terjadi ketika fisik, psikologi dan sosial kita tidak dalam keadaan baik. Minimal, kalau mau naik, ya satu bulan sebelumnya sudah persiapan, dengan olahraga rutin. Lari-lari, jalan jongkok, naik turun tangga, squat jumps, push up, back up, renang, dan lainnya. Paling asik jika memang sudah rutin olahraga, lari atau bersepeda.

Bagaimana kalau tidak olahraga?, tentu saja bakal bikin susah orang lain. Bagaimana tidak, sudah capek bawa badan sendiri, ditambah dengan beban berat di punggung, kaki jadi terasa berat saat melangkah, nafas tersengal-sengal, keringat bercucuran, pinginnya duduk terus, slonjor, ngopi. Enak, tapi lama-lama dinggiiiin, dan belum sampai ke camp.


Kesel Broo
Setiap lima kali langkah, berhenti mengatur nafas (mau sampe kapan sampai). Padahal rombongan sudah pada di atas. Ujung-ujungnya, barang yang ada dipunggung dibagi ke temen, atau ekstrimnya, cerir dibawain temen. Kita tinggal melenggang kangkung aja. Kasihan kan, temen satu tim kita. Lebih kasihan jika ngga ada yang mau dibagi..wkwk..selamat berjuang jalan sampai malam.


Jangan Ditiru ini
Jadi sangat disarankan tetap persiapan fisik, meski sering naik. Itu sih pengalaman kemarin saat naik ke Gunung Gede yang tingginya 2.958 mdpl. Padahal gunung tinggi lainnya diatas 3 ribu sudah ada beberapa yang didaki.


Kasihan kan temen kita kalo aya gini..
Salah terbesarnya, sudah tahu mau naik, malah males olahraga. Jalan kaki aja keliling di sekitar rumah saja malas. Hanya olahraga dikamar, olahraga jempol alias mainan hp. Akibatnya saat naik lewat jalur Gunung Putri jalannya lelet kaya ulet keket. Malah saat turun lewat jalur Gede, kaki kesleo (ini kesalahan mendaratkan kaki).



So, bagi kamu yang mau naik gunung apapun, perlu persiapan fisik. Karena kalau fisik tidak fit, akan berdampak ke yang lainnya, mental dan psikologi kita sendiri. Selamat berlatih demi mendaki gunung dan mendapatkan foto epik di puncak. (ale)


Bahagia kan sampai ke puncak 

Jumat, 06 Oktober 2017

Menembus Gelombang, Melarung Sesaji





Jolen di tenggelamkan ke laut Selatan

 Pada Bulan Sura penanggalan Jawa, nelayan di Cilacap menggelar Sedekah Laut, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya, Sedekah Laut ini digelar saat Jumat Kliwon, namun, tahun 2017 ini beda, pada Jumat Wage. Perhitungannya, hanya para sesepuh dari nelayan yang mengatahuinya. 

Biasanya, dalam sedekah laut ini ada jolen atau sesaji yang akan dilarung atu dibuang di lautan oleh para nelayan ini. Masing-maisng kelompok nelayan bakal membuat jolen ini yang kemudian di larung ke Pulau Majeti Pantai Selatan Cilacap, atau di ujung Nusakambangan. 

Isi Jolen

Isinya jolen pun unik-unik, dari yang utama kepala kambing, sapi atau kerbau, ada juga makanan, minuman, kelapa muda, kain, jajan pasar, ciki, sandal, potongan rambut, kincir, sampai ada juga layangan.

Jolen-jolen ini akan diarak dari Pendopo Wijayakusuma Cilacap sampai ke Pantai Teluk Penyu. Tahun ini, ada 11 jolen yang akan dilarung, yakni dari kelompok nelayan Bengawan Donan,  Sidakaya, Sentolokawat, Pandanarang, PPSC, Tegalkatilayu, Kemiren, dan Lengkong. Kemudian berasal dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap, Pemerintah Kabupaten Cilacap dan juga dari masyarakat. 

Jolen Tunggul atau jolen utama di arak dari Pendopo Wijyakusuma menuju Pantai Teluk Penyu
Diiringi para nelayan, kelompok kesenian daerah, dan juga Buppati Cilacap bersama dengan para Forkopimda yang menggunakan kereta kuda, jolen-jolen ini dibawa ke Pantai Teluk Penyu.

Sampai sana, sudah ada ribuan masyarakat yang ingin melihat prosesi tahunan ini. Bahkan ada yang memang ingin mendapat keberkahan setelah mengikuti Sedekah laut ini. 

Jolen diarak, diiringi oleh barisan Bupati dan Forkompimda ang naik kereta kuda

Jolen-jolen pun dibawa, menggunakan perahu jukung menuju ke tengah laut. Pada kesempatan kemarin, saya berkesempatan mengikuti larungan jolen ini di tengah laut. Bersama fotografer dari Cilacap_Event, dan dua orang warga.

Sejak awal sudah diingatkan oleh nelayan yang membawa perahu, jika kamera harus diamankan karena gelombang laut cukup tinggi. Siap saja, karena sudah bawa plastik kresek buat pengaman. 

Tapi, pingin pas jalan sambil foto-foto, eh..ternyata benar-benar tidak bisa mengeluarkan kamera.
Jalannya kenceng, perahu yang menabrak ombak pun mengakibatkan percikan-percikan air laut yang sampai masuk ke dalam kapal kecil berisi tujuh orang dan satu jolen itu. Perahu juga goyang ke kiri kanan, mengikuti irama gelombang. Tidak aman buat motret.

Jolen dinaikkan ke perahu

Perjalanan sekitar 20 menit yang menegangkan, dan menyenangkan. Menegagngkan karena menembus gelombang tinggi, dan menyenangkannya karena ikut dalam prosesi larungan, serta bisa melihat ujung pulau Nusakambangan.

Dari situ saya menyadari jika para nelayan ini adalah para pemberani. Bagaimana tidak, di tengah lautan dengan gelombang yang besar seperti itu, mereka mencari nafkah untuk keluarganya.
Kembali ke Jolen, saat sudah di tekape alias tempat pembuangan jolen-jolen, perahu berhenti.

Nelayan memotong ikatan jolen di perahu

Nelayan yang ada di perahu pun segera memotong tali yang mengikat jolen. Proses pembuangan jolen ke laut pun sangat singkat tidak sampai 10 menit.

Disini, terlihat solidaritas dari para nelayan yang lain. Dimana dua orang nelayan yang ada di perahu saya tidak kuat untuk melempar jolen yang sangat berat tersebut ke laut. Nelayan-nelayan yang masih muda-muda, yang tadi mengiringi perahu jolen pun merapat, mereka berenang menuju ke perahu dan naik. Setelah itu langsung bersama-sama membuang jolen.

 
Nelayan lain yang berenang menuju ke perahu saya

Pas lagi membuang ini, perahu yang saya tumpangi ini sudah miring hampir 80 derajad. Deg-degan tentu saja, apalagi kemampuan renang saya pas-pasan. Belum perah berenang di samudera dengan ombak tinggi seperti itu.

Jolen siap dibuang, dan posisi perahu miring

Langsung saja, yang tidak memegang jolen di perahu itu langsung mengimbangi kearah sebaliknya. Sehingga perahu kembali semula, serta jolen berhasil di buang. Misi pun terselesaikan, dan pakaian kami pun basah semua.  

Sebenarnya sangat ingin bisa swafoto di atas perhu itu, tapi bagaimana mungkin, bisa-bisa hp jatuh atau rusak karena kena air laut. Mending, ngga usah, tuangkan lewat tulisan saja ya. 

Jolen sudah dibuang

Rabu, 17 Mei 2017

Sensasi Goyang-Goyang di Jaring Mesra

Bupati aja Nyoba Jaring Asmara
Sudah pernah main ke Objek wisata Hutan Payau? 
Pintu Gerbang Hutan Payau
Yoi...tempat wisata yang tahun 90-an Hits banget di Cilacap. Dulu, jaman SD bareng-bareng sama teman sekolah dan teman ngaji, main ke sini pakai sepeda bareng-bareng, bawa jajan, terus dimakan bareng-bareng. Ah...nostalgia..

Dulu hits karena ada jembatan Mesra. Seingatku, jembatan ini terbuat dari bambu, dan hanya bisa dilewati oleh dua orang, jadi kalau yang lewat pasangan bakal semakin mesra. Dulu sih masih kecil, jadi ke sananya sama temen atau keluarga, belum jamannya pacar-pacaran, haaaa..

Meski begitu, tempat ini sempat terbengkelai beberapa tahun lalu. Terakhir saya ke sana pada tahun 2015. Sudah mulai ada perubahan, jalan setapak dan juga gapura depan. Ke sana hanya menikmati pohon mangrove yang terjaga kelestariannya.


Nah...kalau yang baru-baru ini main ke Hutan Payau lagi, pasti sudah tahu banyak perubahan pada objek wisata yang berada di kelurahan Tritih Kulon Cilacap Utara ini di banding terakhir saya datang ke lokasi wisata milik Perhutani ini. Ada tambahan wahana yang sengaja di pasang untuk menarik perhatian kita-kita yang suka foto dan bermain ke tempat wisata.


Anak-anak Berjalan di atas Jalan Setapak yang sudah dibangun oleh Pemkab Cilacap
Banyak perubahan yang terlihat. Yang paling menonjol, tentu saja ada jembatan mesra lagi loh. Tapi kali ini bukan jembatan dari bambu, tetapi dari tali tambang. Sebenarnya di bagian depan juga akan ada jembatan bambu, tapi belum selesai di buat, wisatawan belum boleh lewat situ, belum aman katanya.

Jembatan ini kini dinamakan Jaring Mesra. Bagaimana tidak, jembatan yang di buat dengan tali yang dianyam seperti jaring-jaring, dipasang di antara pohon-pohon mangrove yang usianya sudah puluhan tahun. Jalannya pun tidak lurus, tetapi membentuk huruf L menembus pohon-pohon mangrove, dengan sensasi dibawahnya lumpur, berair.  


Pintu masuk Jaring Mesra
Tidak usah takut, tenang saja ada bambu-bambu di bagian bawah anyaman tali, yang bakal bikin kaki kita  mudah berpijak. Jadi kalau jalan ngga goyang-goyang banget seperti saat melewati jaring laba-laba waktu outbond. Tetep sih goyang-goyang, tapi masih terkendali, aman dan jaya..nikmati saja sensasinya. Asik apalagi kalau lagi mendengarkan musik dangdut. heee.. 

Untuk keamanan, jaring juga di pasang sampai ke samping kanan dan kiri, dibentuk seperti lorong U. So, kita tentunya bisa buat pegangan saat berjalan.  Kalaupun jatuh masih aman, masih ada jaring-jaringnya. 

Tali Tambang yang dirajut seperti Jaring
Jaring mesra ini dipasang di ketinggian enam meter  sampai delapan meter, dan panjang sekitar 150 meter . Menguji adrenalin, memang.

Butuh konsentrasi untuk lewat di sini, tapi aman kok, ngga bakal terperosok sampai ke lumpur, soalnya jaring-jaringnya sempit, dan tidak selebar badan orang dewasa. Bahkan bisa rebahan kok, tapi janga dilakukan pas lagi ramai..takut ke injak yang lainnya.
Pejabat di Cilacap mencoba berjalan di Jaring Asmara
Tempat ini, kini memang menjadi favorit para remaja, terutama mereka yang berpasang-pasangan alias pacaran. Bagaimana tidak, kalau lewat kan goyang-goyang, terus pegangan sama pacar...uhh, jadi semakin mesra kan. .Coba saja sendiri... wkwkak...

Ngga sama pacar juga tidak apa, bisa sama saudara apa teman,  malah bisa menambah erat tali silaturahmi. (eh..apa ini). Soalnya kalau jalan lewat jaring mesra ini bisa saling kerjasama dan saling membantu. Tapi harus hati-hati dengan ponsel yang kita bawa, jangan sampai jatuh, bisa nyemplung ke air payau. Dipastikan rusak, haaa...

Kan..makin mesra setelah lewat Jaring Mesra
Mau main di jaring mesra ini, para pengunjung harus merogoh kocek Rp 8 ribu per orang. Mereka bisa bermain dan berfoto sepuasanya diatas jembatan mesra. Harga ini tapi tidak termasuk tiket masuk ke Hutan Payau sebesar Rp 4 ribu, dan parkir Rp 2 ribu.

Beli Karcis dulu cooy..
Jembatan jaring mesra ini merupakan hasil kreativitas dari Kelompok Sadar Wisata Masyarakat Pecinta Payau Kegiatan Usaha Rakyat (Maspayauakur) dan LMDH Purwa Lestari. 

Selain Jembatan mesra, ada beberapa tambahan yang ada di sana, seperti ada gazebo-gazebo yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk beristirahat, warung-warung makan yang berada di pinggir jalan setapak Hutan Payau. Ada juga replika Monas, di dermaga, sekarang ada kapal-kapal yang bisa mengantarkan kita berkeliling dengan harga Rp 10 ribu saja. Kemarin tidak sampai dermaga, jadi ngga ada fotonya ya, maap.


Gazebo

Kalau lihat dari spanduk, kedepan akan banyak wahana yang bakal dibangun, seperti tali kasih, semoh santai, gardu sayang dan romantis selfie deck (rose deck) yang masih dalam pengerjaan. Lokasinya ada di paling ujung Hutan Payau, atau di dergama.

Dermaga

Dek Safoto

Menjajal Foto di Deck Selfie
Mau ke sini? gampang kok, kalau di Cilacap cari saja Jalan Nusantara Kecamatan Cilacap Utara. Patokannya ada di sekitar BLKI Cilacap, di seberang jalan ada jalan Hutan Payau, masuk saja ke sana. Ikuti jalan itu, akan ada petunjuk arah menuju ke Hutan Payau. dan selamat menikmati.

Jalan Menuju Dermaga dan belum di cor


Patuhi Peraturan yang ada

Jajaran Warung di Hutan Payau

Replika Monas
Foto Tahun 2015, pas belum ada warung-warung di pinggir
Hanya pohon Mangrove

Sunset di dermaga

Senin, 01 Mei 2017

Cekrek...Langsung Jadi deh...

Kamaera Polaroid Fuji FIlm Intas 8 S mini

Kamera Polaroid, baru sekitar tujuh bulan ini saya resmi punya. Kameranya pink, dan bentuknya unik, agak kotak tapi cembung, ah..gimana itu dekripsinya.

Kamera yang memang sudah diidam-idamkan dari kecil. Bisa cetak foto langsung jadi. Tanpa harus ke tukang cuci cetak dan memakan proses lama. Ini hanya hitungan detik saja, sudah kelihatan hasilnya.

penampakan depan

Pertama kali lihat ada kamera ini, kayaknya jaman dulu, pas diajak wisata sama keluarga. ada tukang foto keliling yang menggunakan kamera polaroid (meski kayaknya bentuk dan warnaanya beda dari punya ku ya). Cepret..keluar filmnya, kibas-kibas, langsung jadi asilnya. Uwoow banget ituh..

Haaa..baru tahun kemarin bisa nabung (setelah cicilan motor rampung tentunya), jadi bisa beli nih kamera. Filmnya ngga pakai film kamera SLR (Single Lens Reflex), yang pakai rol-rol an itu. tapi menggunakan film polaroid, fil, khusus.

Film Polaroid, yang isinya 10 lembar
Nyarinya dimana? ya di toko cucicetak film atau di online. kalau di toko-toko kamera atau cucicetak film tidak semuanya ada. Contohnya saja di kota ku, Cilacap, saya muter-muter, terutama yang di wilayah Kota Cilacap, ngga ada satupun yang menjual. Online, tentu saja ada, dengan harga yang bervariasi. tapi kadang kan tidak sabar mau cepet menggunakan, untuk ada informasi kalau di kota sebelah, Purwokerto juga ada toko yang menjual film ini. Aman dah, kameranya masih bisa digunakan. haaa...


Asiknya pakai kamera ini, pertama karena harga film polaroid yang ngga semurah film kamera SLR. Bayangin aja, isi 10 film, dijual Rp 90 ribu. Haa...tentu ya ngirit makainya. kkalau momen-momen keren, lagi bareng-bareng sama temen boleh lah..ceprat cepret..kibas-kibas, jadi deh..

Kemarin pas jalan-jalan ke Kediri

Haa...sering juga pada bilang, kalau di foto nanti bayar Rp 10 ribu, hmm...sebenarnya sih biasa saja, ngga usah bayar, kalau saya suka, saya yang nawari..its ok leh. wkwkwk...kalau ada rejeki, nanti beli lagi filmnya.

Hasilnya juga ngga kalah unik, karena setiap yang kita jepret, kadang hasilnya ngga terduga. Ada yang tiba-tiba ngga jadi, ada yang gelap, ada yang terlalu cerah, padahal sudah diatur pencahayannya.

Tentu saja, karena hasilnya bisa langsung diketahui, ini, yang bikin paling asik. Udah lama juga, ngga pernah cetak foto lag. Kalau dulu pas masih pakai SLR, selalu cetak filmnya, meski terakhir-terakhir masanya di konvert ke CD, jadi bisa langsung di transfer ke komputer.

Ngopi siang bareng teman
Sejak menggunakan kamera DSLR, eh, kamera poket digital, sudah ngga pernah lagi cetak. paling di prin, itu pun berapa bulan sudah blur gambarnya, apa kalau kena tetesan air, sudah bokeh..haaa...

Meski kecil ukurannya, tapi film polaroid ini paling asik buat dipajang-pajang di dinding kamar atau di ruang tamu asik juga. Hasil film nya ini juga bisa dihias-hias, biar lebih menarik. hii...

Foto diambil random di Internet
Gara-gara punya kamera ini, jadi ngiler juga aksesoris-aksesoris buat kamaera ini. Kaya 'case' nya yang unik-unik (Saat ini case kameraku masih pakai plastik bubble), ada kaca buat selfie, ada tasnya juga. Hmm....kapan-kapan beli dah.

Cita-cita sih pingin punya kamera DSLR yang keren, tapi berhubung duit ngga kekumpul-kumpul, jadi pilih kamera yang unik-unik aja lah. Hee..gara-gara udah punya kamera polaroid ini, bikin pingin upgrade terus. soalnya banyak keluaran baru-baru yang lucu-lucu, dan keren-keren. Tetep saja...kudu nabung dulu...yuh semangat!!!

Keren kaan...haaa