Senin, 14 Oktober 2019

Ketemu Mantili, dan Si Buta dari Goa Hantu di Kampoeng Pendekar




Beberapa tahun lalu, ketika masih usia Sekolah Dasar, da banyak sinetron-sinetron bertemakan pendekar. Kala itu, selalu berandai-andai, jika menjadi pendekar seperti apa. Membasmi kejahatan, membantu yang lemah, menumpas kejahatan, dan pastinya sakti. 

Seringkali bermain 'gelut-gelutan' dengan teman, seolah-olah seperti pendekar. Waktu berlalu, meski saat ini masih ada sinetron, tapi sudah tidak tertarik lagi menonton sinetron-sinetron. Keinginan bertemu pada pendekar pun tidak sesemangat dulu. 

Tapi, bertemu pendekar, masih menjadi PR. So, saat ada Kampoeng Pendekar yang mengambil tema tempo dulu, dan bisa bertemu dengan pendekar-pendekar saya pun tertarik. Meski, Kampoeng Pendekar yang merupakan sebuah lokasi wisata budaya ini mengadopsi seperti wisata-wisata kekinian, yang menampilkan pasar dengan isi jajanan pasar, jajanan lawas, jajanan tradisional, dengan mengeepankan budaya. Sudah banyak wisata seperti ini, saya beberapa kali mengunjungi wisata seperti ini, rasanya sama. 

Bedanya, kali ini berada di Cilacap, tepatnya ada di Desa Sidaurip Kecamatan Binangun. Perjalanan ke sini sekitar 60 menit dari kota Cilacap. Akses jalannya pun mudah ditemukan, sudah bisa diakses di google map. 

Ramai, begitu memasuki gang menuju ke Kampoeng Pendekar. Baru minggu ke-2 dibuka, tentu masih banyak yang datang, karena penasaran dengan kampung ini. Terutama, kampung ini berada di tengah-tengah pemukiman warga. 

Warung--warung kecil berjajar di sepanjang jalan menuju ke Kampung Pendekar, membuat saya awalnya bingung mencari pintu masuk. Tetapi dengan mengikuti arus warga, akhirnya ketemu pintu masuk. Sebelummasuk, membeli tiket di loket dengan harga Rp 3.000. 

Dipintu gerbang, kita bakal disambut oleh dua orang pendekar yang siap mengecek karcis kita. Disini bisa foto, kalau antri ya jangan, kasihan pengunjung dibelakangmu. 




Suasana kampung pendekar ini sudah dimulai sejak pintu masuk. Dimana ada dua orang pendekar, Sibuta dari Goa Hantu dan pendekar lainnya, siap menunggu para pengunjung di depan pintu masuk Kampoeng Pendekar. Begitu juga di dalam kampoeng, seluruh petugas mengenakan pakaian Jawa. 

Bahkan, penjaja warung-warung yang ada di dalam juga mengenakan pakaian Jawa. Makanan yang dijual pun merupakan jajanan lawas, seperti dawet, rujak bebek, ketan, olahan dari ubi, dan lainnya. 

Namun, untuk membeli makanan yang ada, harus menggunakan uang kayu, atau uang kepeng. Mata uang tersebut bisa ditukarkan di tempat yang sudah disiapkan. Satu kepeng seharga Rp 2000. Petugas yang mengenakan pakaian seolah Mantili ini yang bertugas menukarkan uang-uang kepeng tersebut.

Benar-benar seperti tempo dulu, semua makanan yang dijual, tidak menggunakan plastik sebagai pembungkusnya, melainkan menggunakan daun pisang, dan juga piring dari tanah liat. Untuk gelasnya menggunakan bambu. Ini sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik.

Pengunjung pun bisa lebih merasakan berada di zaman dulu, dengan menyewa pakaian Jawa yang disiapkan di sana, dan berfoto di spot-spot yang sudah disiapkan. 


Kampoeng Pendekar, ini merupakan inisiatif para pemuda-pemuda desa tersebut yang tergabung dalam paguyuban Putra Langgen Jagad, Tangker Wijayakusuma dan Generasi Pesona Indonesia (GenPi) Kabupaten Cilacap. Dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas PEmuda dan Olahraga Kabupaten Cilacap Heroe Harjanto pada Minggu (2/9) lalu.

"Kita mengambil tema kekunoan, dan makanan yang ada pun tradisional, ada mainan bocah, serta pertunjukan kesenian tradisional," ujar Wawan, Founder Kampoeng Pendekar.

Wawan mengatakan melalui kampung Pendekar ini sebagai wadah melestarikan sejarah dan budaya, terutama kepada para generasi muda. Agar mereka akan terus belajar dan menghargai budaya sendiri. 

Selain itu juga sebagai wadah para komunitas-komunitas seni, untuk menampilkan karya-karyanya. Karena setiap minggu akan ada pertunjukan yang ditampilkan kepada pengunjung.

"Setiap minggu ada pertunjukan seni musik, kita akan gandeng komunitas, kerjasama dengan sekolah untuk mengisi disini, ada pencak silat, tari-tarian, musik etnik dan lainnya," katanya.

Meskipun dibangun secara swadaya, pemerintah desa turut mendukung adanya Kampoeng Pendekar ini. Pihaknya juga berharap medapat dukungan dari Pemkab Cilacap untuk pengembangannya. Sehingga kedepan Kampoeng Pedekar ini bisa menjadi Desa Wisata di Cilacap.

"Kedepannya ingin ada pengembangan lebih gede, dan kami berharap perhatian pemerintah dengan membantu konsep, agar budaya kita tetap terjaga kedepannya," katanya.

GenPi Kabupaten Cilacap Faiz mengatakan Kampoeng Pendekar ini merupakan sinergi untuk membangun wisata di Cilacap. Genpi, kata dia juga mendukung dari segala lini, terutama segi promosi.

"Konsepnya ini menjadi destinasi digital, dengan dipromosikan melalui digital melalui media sosial," katanya.

Buktinya, pada minggu pertama di lounching, masyarakat berbodong-bondong datang. Sama halnya dengan minggu kedua. Kebanyakan dari mereka mengetahui adanya Kampoeng Pendekar ini dari media sosial.

Wisata ini dikembangkan dengan menggali potensi yang ada. Sehingga diharapkan kedepan bisa berimbas terhadap masyarakat sekitar, bukan hanya mereka yang bersinergi di dalam Kampoeng Pendekar. 

Pasalnya, di luar lokasi Kampung Pendekar ini juga dipenuhi dengan pedagang-peagang kaki lima yang berjualan.

"Ini juga menunjukan meski bukan pusat keramaian desa, tapi masih bisa dikembangkan, jadi sebuah potensi tidak harus apa yang sudah ada tetapi bisa digali," katanya.

Untuk masuk ke kampung in, cukup bayar Rp 3.000/orang. Sedangkan untuk parkir rp 1.000 untuk sepeda motor, dan Rp 3.000 untuk mobil. 

Rania, satu pengunjung mengatakan jika penasaran dengan destinasi wisata baru di Cilacap ini, Kampoeng Pendekar. Meski berada satu jam darikota Cilacap, dia dan teman-temannya rela menempuh perjalanannya.

"Penasaran, karena di Instagram keren-keren banget fotonya, jadi ke sini. tempatnya asri, dan unik, karena ada pendekar-pendekar," kata warga Cilacap ini. (ale)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar