Suara kothekan lesung menyambut saya, saat mampir di gelaran Sapa Wani ke-17 di Lengkong Kelurahan Mertasinga Kecamatan Cilacap Utara Sabtu malam (12/10) lalu.. Alunan lesung dimainkan oleh grup Arum Sari ini menjadi daya pikat para fotografer dan videografer untuk mengabadikan, termasuk saya.
Saya datang di malam terakhir, gelaran budaya yang digagas para seniman Cilacap, yang mulai dibuka sejak Kamis (10/10). Ternyata tidak hanya klotekan lesung, ada tari-tarian tradisional yang ditampilkan, seperti tarian Bambangan Cakil, tari Gambyong, tari Manipur, Lenggeran, tarian jamu gendong hingga tari Srikandi Mustoko Weni.
Suasana tampak lebih menyatu, karena lokasinya berada di tengah areal persawahan kering. Memedi sawah dari jerami tidak ketinggalan dipamerkan.
Lukisan-lukisan dari para pelukis kenamaan pun dipamerkan, bahkan tidak ketinggalan foto-foto hasil karya fotografer Cilacap juga dipajang. Menariknya lagi, juga menampilkan pelukis Bejo Supit, dan juga Budi Wibowo.
Sebagai puncak rangkaian acara pada Sabtu malam kemarin, digelar pertunjukan melukis yang langsung dilakukan oleh pelukis Purbalingga, Suhadi Gembot. Uniknya, dalam pertunjukan melukisnya kali ini, dia berkolaborasi pertunjukan ebeg dan laesan.
Dalam rangkaian acara puncak inj, juga digelar beberapa kesenian, berupa Jambelan atau doa rasa syukur petani atas panen yang melimpah, tari massal petani, tari Srikandi Mustoko Weni, dan juga guyon maton campur sari.
Dalam rangkaian acara puncak inj, juga digelar beberapa kesenian, berupa Jambelan atau doa rasa syukur petani atas panen yang melimpah, tari massal petani, tari Srikandi Mustoko Weni, dan juga guyon maton campur sari.
Bambang Jos, seniman asal Cilacap yang menjadi penyelenggara ini mengatakan, Sapa Wani ini merupakan kegiatan yang rutin digelar oleh para seniman Cilacap. Dalam penyelenggarannya, lokasi selalu berpindah-pindah. Kali ini digelar di areal persawahan.
Meskipun berada di tengah areal persawahan kering, mampu menarik ratusan warga sekitar dan Cilacap untuk menyaksikan pentas seni yang menyuguhkan budaya Indonesia ini. Tua muda berbaur menjadi satu di bawah cahaya bulan purnama.
Gelaran Sapa Wani, menampilkan berbagai kesenian budaya Jawa, ini kata dia sebagai upaya untuk memperkenalkan sekaligus mempertegas bahwa budaya Jawa perlu untuk dilestarikan.
“Melalui kegiatan ini, kami para seniman ingin kembali mengingatkan anak muda mengenai budaya kita, generasi muda juga dipacu agar semangat berkreasi, berkreativitas dan punya keberanian jangka panjang,” katanya.
Dengan sukarela, tanpa pamrih, dan niat ingin melstarikan budaya, puluhan seniman dari berbagai daerah seperti Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Solo dan lainnya ini pun turut andil dalam mbaranggawenya seniman Cilacap ini.
“Semua yang datang ini yang peduli akan seni, tanpa ada yang memerintah, membayar, semua pengisi datang sendiri, makanya namanya Sapa Wani atau dalam bahasa Indonesia ‘Siapa Berani’ ayo tampil, panitia hanya memfasilitasi panggung,” ujarnya.
Gelaran malam terakhir Sapa Wani #17 ini mampu menyedot ratusan masyarakat. Mereka antusias karena penampilan pelukis Suhadi, bersama dengan ebeg. Atraksi Bambu Gila menjadi penutup acara kegiatan yang digelar setiap bulan sekali. (ale)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar