Minggu, 23 Juni 2013

Ranu Kombolo

Ranu Kumbolo, kabut sudah menyelimuti lembah di ketinggian 2.400 mdpl dingin, tentu saja menusuk sampai ke tulang membuatku enggan untuk keluar dari tenda kuning kecil itu masih hangat didalam SB lafumaku tapi aktifitas harus segera dilakukan, karena hari ini harus sampai ke Arcapada Packing ulang, barang-barang yang bisa untuk hari turun dari puncak sampai ke Ranu Pani ditinggal. hanya sekedar membawa bekal sampai ke puncak dan turun, makan siang. lumayan, beban menjadi tidak terlalu berat. masih bisa save tenaga Kabut Ranu Kombolo itu tidak berselang lama...membuat orang yang ada disekitar takjub dengan luarbiasanya lembah itu. tidak bisa diukur dengan kata-kata, hanya ucapan mengagumi KuasaNya lah yang terucap tak lupa juga mengabadikannya di kamera D90 milik Fikri yang kupinjam...Luarbiasa
mentari mulai menyibak kabut Ranu Kumbolo karena masih capai, bersambung lagi aja yaa

Selasa, 18 Juni 2013

Belum Puas Ke Negeri Para Dewa (1)

Puncak Semeru Dilihat dari Kali Mati (2.700 mdpl) Semeru Gunung tertinggi di Pulau Jawa, 3767 mdpl Sudah 'ngiler' pengen mendaki gunung yang dibuat lagu oleh grup band Dewa 19 ini sejak masuk menjadi seorang Mahasiswa Pecinta Alam (mapala) tahun 2003 lalu. Gunungnya para Dewa, seperti lirik lagu dalam lagu yang dinyanyikan dengan vokalis ari Lasso itu. 'Puncak abadi para dewa.." Baru kesampaian, 09-12 Mei 2013. butuh 10 tahun ya untuk mencapa cita-cita ke Semeru. itu juga memaksa, cuti dari pekerjaan, harus ngetik tulisan yang akan dikirim ke kantor, sebelum cuti. sebagai stok berita. Tentu aku semangat sekali, ketika ada teman yang mengajak untuk ke sana. Walau dia kesana dalam rangka bawa tamu. aku hanya ikut transportasi dan juga simaksi masuk ke Taman Nasional Tengger Bromo Semeru. Amannya aku, karena sudah ada tiket pulang pergi Purwokerto-Surabaya.
Bersama dengan Mai-mai aku berangkat Kamis pagi, tanggal 8 Mei tentu. Berangkat sampai ke Surabaya. Bawaanku super berat, semua makanan masuk ke cerir yang ku bawa. tapi semangat mengalahkan semuanya. haa..lebay tapi dari perjalanan ini aku bisa bertemu dengan teman-teman lamaku. Randut, aku sempat bermalam di kontrakannya yang ada di Singosari. Sama anak dan adiknya, sebenarnya masih kangen berat, belum banyak ngobrol dengan dia. tapi waktu yang harus memisahkan kita. Bertemu dengan Niko dan teman-temannya yang berjumlah 27 orang di stasiun Malang. bersama-sama menggunakan angkutan desa, kita menuju ke hmm..apa ya namanya lupa, dari situ kita naik hardtop menuju ke desa terakhir, Ranu Pani Packing ulang, dan yang tidak perlu ditinggalkan. tapi karena semua perlu, maka tidak ada yang kutinggalkan. walau harus menggendong seluruh bawaanku yang sepertinya sama dengan porter. semangat. berangkat dari base camp sekitar pukul 16.00 WIB. karena harus lama mengurus perijinan masuk ke TNTBS itu. Pasalnya ratusan orang mengantri untuk bisa masuk bersamaan dengan liburan panjang. Luar biasa. Medannya tidak terlalu menanjak. seringnya datar. tapi,..luar biasa panjangnya. sudah berjam-jam berjalan, tidak ada penambahan ketinggian, malah harus turun ketinggian. sampai membuat saya yang sudah lama tidak naik gunung, eh..baru April ding turun dari Gunung Slamet membuat saya shock. pertama, jalannya puanjang bangets...kedua, jalan malam-malam. Perjalanan malam itulah yang sangat saya hindari, karena membuat cepat capek, dan membuat halusinasi berlebih.Selain itu juga,sudah terpisah dengan rombongan. mereka sudah duluan sampai ke tujuan pertama kita, tanah Surga, Ranu Kumbolo.
Melihat lampu-lampu berkerlipan dari kejauhan membuatku senang sekali. sudah pukul 21.00 WIB lebih, dan aku masih dijalan bersama dengan Mai-mai. Tapi, kenapa semakin lama, cahaya-cahaya itu semakin menjauh, dan ternyata masih jauh harus ku tempuh dengan berjalan kaki. padahal , punggungku sudah lunglai, dan sudah tidak sanggup lagi untuk membawa beban lima orang ini. Dengan disemangati oleh Mai-mai, akhirnya sampai juga di Ranu kumbolo. Hati senang akhirnya bisa duduk dan rebahan. ternyata, bukan di sisi dekat dengan turunan untuk camping. ternata masih di sisi lainnya, dimana spot keindahan ada di situ. dekat tanjakan cinta. Ya..Allah, sudah jam 10 dan harus berjalan lagi?!! Protes, tapi tak berdaya. karena tendaku sudah dititipkan kepada porter untuk dibawakan. terpaksa harus berjalan lagi menuju ke tenda. dengan kaki longlai dan goyah, gerutu selalu terdengar dari multku, peluh mengucur dari pelipis, dan badanku walau udara sangat dingin, dan pundakku sudah tak kuat menahan beban itu. Sampai di sana, terlihat seperti pemukiman jaman elit. karena semua menggunakan tenda terbaik. Luar biasa. baru kali ini, aku mendaki di gunung dengan begitu banyak manusia. Sampai aku bingung, mencari tenda kelompokku. karena semuanya hampir sama, Lafuma Kuning. Akhirnya setela mutermuter sebentar, nemulah tenda kelompok. membuatku lega. makan, istirahat dan sempat bercanda sebentar. aku keagian tidur di tenda yang kecil. berisi tiga orang cewe-cewe semua. hm..lumayan, hangat. yang penting bisa merebahkan badan.
bersambung yaaa.....heee...

Kamis, 30 Mei 2013

Kebosanan Selalu Terjadi

Sudah beberapa hari ini, setiap banun tidur selalu tidak bersemangat dipikiranku langsung ada lebel "males liputan" hmm...apa ini efek naik gunung ya karena belum terpuaskan hanya tiga hari di Semeru? sepertinya bukan sepertinya kaarena kreatifitasku sudah berkurang sudah lebih jarang tidak membaca berita koran sebelah tdak lebih cerdas untuk ukuran wartawan yang sudah mendapatkan uji kompetensi jurnalistik huft, itu ternyata memang bukan jaminan karena memang, saya belum bisa apa-apa saya memang belum menguasai menganai ini terus, apa aku harus selamanya seperti ini menjadi wartawan? konsekuwensinya, ya tidak akan kaya padahal, cicilan motor harus dibayar setiap bulan, selama dua tahun belum kebutuhan hidup lainnya hm...sepertinya harus punya keberanian untuk membuka usaha sendiri inih keberanian, ya keberanian yang memang aku belum klik mendapatkannya tertarik dengan bsnis teman memang, reseller...tapi kok saya kurang percaya diri menjadi seorang peagang ya belum dicoba sih hm, apapun nanti aku akan mencari keajaiban lainnya. secepatnya. bersama dengan mai-maiku tentunya

Rabu, 29 Mei 2013

Ubah Cangkang Kelomang Jadi Bernilai Jual Tinggi

Kelomang tau kan, hm...pompong lah kalau saat kecil kita bilang apalagi di daerah Cilacap. Biasanya kelomang-kelomang ini dipelihara sama kita saat kecil. Bahkan sekarang masih banyak penjual di sekolah yang berjualan kelomang. Bahkan sekarang ada yang menjual rumah-rumahannya Berbeda dengan yang lainnya, yang menjual kelomang dengan seadanya, adaloh yang menjual cangkangnya saja. Tidak percaya, nih ada yang memanfaatkan limbah cangkang kelomang jadi sangat unik dan punya nilai jual tinggi. Nugroho (46), warga asal Semarang ini merubah cangkang kelomang jadi sangat unik. Cangkang-cangkang itu dicat berbagai warna, didesain batik, dan desain mosaik bahkan bentuk relief tiga dimensi. Relief tiga dimensi? kok bisa? ya dengan ditambah dengan fiberglas, yang diletakkan di dalam cetakkan, lalu dicetak bersama cangkang kelomang ini dibentuk sesuai dengan keinginan. Tentu saja sesuai dengan cetakannya. Ada yang bentuk hewan, seperti ikan, harimau, beruang kura-kura dan lainnya. ada juga bentuk kartun-kartun seperti angry bird, winnie the pooh, thomas dan lainnya. “Setelah cangkang dicetak dengan fiberglas lalu dilukir dan diwarnai, pewarnaannya juga menggunakan cat untuk mobil agar tahan lama,” kata Nugroho. Proses pembuatannya memang lebih lama dibandingkan dengan lainnya, karena harus ada proses pencetakan, dan kemudian mengecat dan mewarnanya. Produknya ini memang berharga tidak murah. Walau dia enggan mengatakan kisaran harganya. Tetapi, produknya ini memang berkualitas, karena selain berbeda dengan yang lainnya, untuk pewarnaannya yang menggunakan cat untuk mengecat mobil. “Cat mobil kan mahal, tapi memang jadi lebih berkualitas, catnya tidak gampang hilang,” katanya. Ia mengaku pernah mencoba menjual cangkang kelomang di pasar malam. Ternyata responnya negatif, karena harganya tidak diminati oleh konsumen di Cilacap. Karena itu, dia mencoba mencari jalan konsumen di luar negeri. Melelalui website miliknya, ternyata ada perusahaan Prancis yang tertarik dengan desan-desain yang dia buat. “Saya dikontrak perusahaan itu selama satu tahun,” katanya yang juga memiliki usaha ikan hias ini. Nugroho memanfaatkan cangkang kelomang. Karena hewan yang biasa dsebut sebagai ‘kepiting perampok’ ini sangat diminati oleh anak-anak. Bisa menjadi hewan peliharaan yang mudah dipelihara bagi anak-anak. Dan erutama karena keunikannya. Hewan Kelomang ini kata dia sebenarnya tidak memiliki rumah saat dilahirkan. Rumah yang dia tempati merupakan hasil ‘rampokan’ kelomang dari hewan lainnya. Jika kelomang sudah mulai tumbuh, dan rumahnya sudah terasa kekecilan, maka dia akan mencari rumah yang lebih besar. Biasanya dengan membunuh penghuni calon rumah barunya itu terlebih dahulu. “Kelomang ini sama seperti ikan hias, dipelihara dengan mudah, dan semua orang menyukainya. Di dunia, 70 persen kelomang yang beredar berasal dari Indonesia,” katanya saat ditanya alasannya memroduksi limbah cangkang kelomang ini. Dia semakin percaya dengan hasil produksinya diminati oleh pasar luar negeri, karena memiliki keunggulan tersendiri. Yakni desain mosaik, yang tidak dimiliki pengrajin lainnya. Di Cilacap sendiri, dia menjadi satu-satunya perajin cangkang kelomang ini. “Desain mosaik ini menjadi prosuk andalan kami, tapi bisa juga menempelkan foto atau logo perusahaan di cangkang kelomang itu, ” ujarnya. Bahkan, beberapa saat lalu ada pesanan dari perusahaan yang meminta logo perusahaannya dicap di cangkang kelomang. Produk yang dia kirimkan memang hanya berupa cangkang saja. Pasalnya, dari perusahaan itu mengimpor hewan kelomangnya dari Sumatera. Baru setelah di Perancis, hewan dan cangkang miliknya itu disatukan, dan kemudian dipasarkan lagi ke Eropa dan Amerika. Kini setiap minggu dia bisa mengirimkan, sedikitnya 5.000 cangkang kelomang ke perusahaan Perancis itu. Berbagai bentuk dia kirimkan. Di rumah yang berada di Jalan pasir pantai RT 4 RW 6 Kelurahan Tegalkamulyan Kecamatan Cilacap Selatan, dia memroduksi bentuk-bentuk kelomang ini. Bahkan, kini ia juga memekerjakan ibu rumah tangga disekitarnya untuk memroduksinya. Pasalnya, permintaan dari luar negeri semakin banyak. “Saya juga memekerjakan ibu-ibu di sekitar untuk membuatnya, ini juga untuk membantu perekonomian mereka,” ujarnya. Setiap hari, dia mengatakan selalu memroduksi karena memang setiap hari sudah ada yang menyetok cangkang kelomang ke rumahnya itu.(alesenaru)

Jumat, 03 Mei 2013

Baru, Stok Lama by Teguh Lumbiryanto

Baru, Stok Lama * Saat kembali ke Kampung Pendidikan Hidup itu memang diperkenalkan. Apalagi kapasitas sebagai pelaksana usia sekaligus pelakon profesi. Beranjak umur, lingkungan selalu mengajari perkenalan beragam hal. Pun dengan profesiku sebagai pionir reportase. Segala tugas selalu diawali dengan sapaan perkenalan dengan narasumber, di sana-sini. Senin (7/4/2013). Kebijakan Redaksi Radar Banyumas memindah wilayah tugasku. Dari bidang pemerintahan politik (Pemkab dan DPRD, partai politik di Banyumas) menuju bidang pendidikan. Sebuah perkenalan baru, yang bukan baru. Tepatnya, perpindahan bidang yang bukan lagi menjadi tantangan baru. Meski jelas-jelas aku harus belajar lagi. Paradigmaku sependapat dengan Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Kabid Dikmen Dindik) Kabupaten Banyumas, Joko Wiyono MR. Pertemuan pertamaku dengannya Senin itu, sosok pria berperawakan tinggi langsung membuat istilah baru. "Kamu itu, baru (wartawan bidang pendidikan, pen) tapi stok lama," tutur Joko di kantornya mengawali nasehat menyuruhku segera menikah. Tentu saja, bukan perkenalan baru buatku. Awal 2010 lalu, aku sudah berkenalan dengannya di Dindik. Hanya saja saat itu, pria yang belakangan akrab disapa Joko Wi ini menjabat Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum, di bawah naungan bidang yang dijabatnya kini. Makanya bukan lagi menjadi hal aneh ketika dia langsung menodongku dengan nasehat mensegerakan nikah. Aku pertegas pelumrahan nasehat Joko Wi. Perkenalan pertama dulu, aku baru saja lulus jenjang Strata Satu (S1)-wisuda 29 Desember 2009. Awal perkenalan itu pula aku baru saja pindah bidang liputan setelah dua bulan sebelumnya aku diamanatkan menggali berita floating alias isu umum di lapangan. Mengetahui sedikitbanyak kepribadianku-sebut saja identitas singgel-langsung menyuruhku segera menikah. Pertimbangannya aku sudah rampung menempuh pendidikan. Ditambah lagi punya penghasilan-tanpa menimbang jumlah-ketika dipertemukan dalam suasana kerja. Masih diimbuhkan dia, pertimbangan ajaran agama, kesiapan mental dan spiritual hingga jaminan rizki yang dijanjikan Pencipta. Nah, nasehat itu tidak langsung aku jalankan. Setidaknya sampai kembali dipertemukan dengannya kini. Tentu saja ingatannya langsung merekam pertemuan itu. Diperkuat pengakuanku yang memastikan masih berstatus bujangan. *** Hanya Beberapa "Joko Wi" Selepas memberikan nasehat itu, obrolan mengerucut ke materi pemberitaan. Sesuai kepentinganku, ketika menemui Joko Wi yang kini menambah jabatan sebagai Ketua Pelaksana Ujian Nasional Kabupaten Banyumas. Seputar persiapan, perbedaan aturan, hingga peluang kesulitan yang dihadapi di kabupaten yang mencetak siswa peraih nilai tertinggi ketiga, masa itu. Perkenalan dengan Joko Wi selesai, kulanjutkan ke bidang lain. Masuk ke ruang Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, hingga sejumlah Kabid lain. Semuanya nihil. Tidak satupun yang berada di ruangan. Alhasil aku mangkal di ruang Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) bersama jajaran staf yang masih dihuni PNS serupa. Kutemui Kasi Kurikulum Dikdas Dindik, Susmoro, dan Kasi Pengendalian Mutu (Dalmut) Dikdas, Pudji Rahardjo, menunjukkan sapaan ramah seperti tiga tahun silam. Sama halnya dengan Kasi PPTK Dikdas-dulu Kepegawaian, Rahita Utama. Dia bahkan memperkenalkan punya bos bidang baru lagi setelah sebelumnya mengalami bos Fatkhurrohman (sekarang di RSUD Ajibarang), dan Herni Sulastri (sekarang sudah di Kepala Bagian, Kabag Hukum Sekretariat Daerah, Setda Kabupaten Banyumas). Bos baru Rahita yang masih punya bawahan orang-orang lama, adalah orang yang dulu sering menjadi narasumber pemberitaanku bidang Pendidikan Non Formal (PNF), Siswoyo. Senin lalu, belum bisa kutemui karena ada tugas dinas luar daerah. Nah, orang baru tapi stok lama-meminjam istilah-di Dindik ternyata jarang. Karena di bagian lain, kini sudah berbeda. Kepala Dinas, yang dulu sampai kualami dijabat Purwadi Santosa (kini menjabat Asisten Pemerintahan dan Administrasi Setda Kabupaten Banyumas), Santosa Edi Prabowo (sekarang Menjabat Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, DPPKAD). Kini, bapaknya pendidikan Banyumas itu dijabat mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (Bapermas PKB), Wahyu Budi Saptono. Sama halnya dengan Sekretarisnya. Jabatan yang dulu kukenal diampu Muntorichin (sekarang Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan Srie yono (sekarang Camat Gumelar), kini dijabat mantan Kabag Perekonomian Setda kabupaten Banyumas, Azis Kusumandani. Jabatan Kabid baru kutemui di bidang Dikdas, Edy Rahardjo, hingga Kabid PNF yang dipegang Ketua PGRI Banyumas, Takdir Widagdo. Kasi baru, sementara yang sudah kutemui bidang Dikdas, Gunadi, yang dulu dijabat Sinung Adi Palwoko (kini bertugas di TPA Gunung Tugel). *** Perkenalan dengan Bos Namanya orang baru yang mertamu ke rumah pendidikan, tentu diawali dengan perkenalan. Tepatnya memperkenalkan diri. Pun denganku terhadap semua jajaran. Meski dalam prosesnya-karena dipengaruhi lingkungan dan SDM yang beragam-kesan awal dari penghuni Dindik beragam pula. Istilah wartawan baru stok lama, jadi istilah mentereng di lingkungan Dindik buatku. Khususnya bagi pejabat lama yang sudah kukenali sebelumnya. Atau pejabat baru kukenal, yang sempat berkenalan di instansi lain. Sementara perkenalan dengan pejabat baru-sebut baru kukenal-tentu saja benar-benar perkenalan. Pejabat stok lama, semuanya meminta aku cerita beragam pengalaman. Karena selain numpang hidup di Dindik dulu, sudah malang-tanpa melintang-di Pemkab, DPRD hingga parpol di Banyumas. Kataku mengiyakan-dilanjutkan serangkaian kisah-meski hatiku menyangkal. Sangkalan itu serupa dengan perkenalanku bersama pejabat baru Dindik yang mayoritas bos itu. Tanpa cerita kukenali dia punya beragam pengalaman kerja. Tentu saja selain di Dindik sudah malangmelintang di SKPD, Badan hingga Sekda sekalipun. Seperti mantan pejabat Dindik yang kini menjabat di bidang lain. Sebut saja Purwadi Santosa. Kukenal paska menjadi Kepala Dindik, dia diamanatkan menjabat Kepala Dinperindagkop, lalu Aspemin, ditambah Plt Inspektorat. Sebelumnya di lingkungan Sekretariat DPRD Banyumas. Sedang aku, hanya di bidang floating-pendidikan-pemerintahan, politik, parpol-kembali ke pendidikan. *** Dindik Oh Dindik Kembalinya ke Dindik-selain pejabat baru-aku belum mendapati hal baru lain terkait perkembangan sejarah prestasi. Padahal seiring waktu berjalan aku mengetahui sudah gonta-ganti bos. Baik di kursi Kepala, Sekretaris, sampai Kabid-Kasi. Sedang staf aku tidak mendapati. Buktinya, kesan pertama aku menjumpai informasi perkembangan internal Banyumas. Yang aku dapati justru kerusakan ruang kelas dengan jumlah ratusan. Program rehab yang dianggarkan dua tahun berturut-turut hingga kemarin belum juga dijalankan. Padahal potretnya sudah sampai muncul sekolah ambruk karenanya. Informasi penyeimbang, aku peroleh datar-datar saja. Prosesi persiapan UN, kebijakan baru jelang masa pendaftaran, kebijakan baru kurikulum dan, itu-itu saja. Tentu batinku memunculkan hipotesa: inikah dampak rolling yang rutin dilakukan Mardjoko hingga lebih dari 27 kali sejak awal masa kepemimpinannya? Atau berbalik kuhipotesakan, hanya bisa berkiprah seperti inikah gonta-ganti bos di Dindik selama ini? Oh, atau rolling itu kepentingannya kepentingan non pengembangan? Namanya hipotesa, tentu dugaan-kalau tidak disebut analisa sementara. Batinku diajak diskusi pikiran menuju logika. Selain bertugas menginformasikan fakta, aku juga dituntut berjiwa kritis dan membuktikan "buruk sangka" sebuah fenomena, fakta hingga fatamorgana. Logikaku muncul, ini baru sebagian cermin Dindik Banyumas. Kemungkinan kemajuan, kemunduran, keterpurukan, banyak yang belum kugali. Toh, aku benar-benar baru kemarin berkenalan-lagi-dan berkaca dari pengalaman dua tahun silam. Hipotesa aku telan. Sebagaimana ikhtiar, kusempurnakan dengan doa. Besar harapanku pengalaman baru yang memunculkan hipotesa itu hanyalah kekerdilanku saja. Kekerdilan pengalaman yang hanya di Dindik dan "kembali pulang" ke Dindik. Kekerdilan pemikiran lantaran terlalu banyak belajar kulit politik yang dihiasi kritik membangun dan kritik menjatuhkan. Atau buruk sangka diantara segelintir baik sangka terhadap kebijakan. Kulanjutkan, besar harapanku itu semua hanya wujud kekerdilanku saja. Kekerdilan pelajaran sejarahku akan Dindik selama dua tahun silam. Kekerdilan yang tidak paham segala perkembangan Dindik menuju kemajuan atau keterpurukan. Maka dengan segala keterbatasan, kupanjatkan doa semoga, dua hari pengalaman baru dan hipotesaku, semata-mata hanya kebodohanku akan Dindik selama dua tahun terakhir. Sehingga di balik itu, segera kuketahui segudang kemajuan hingga tersebut prestasi yang membanggakan. Doa, sekaligus pengharapan. Selasa, 10 April 2013 Purwokerto

Rumahku Segalanya

Senyaman-nyamannya rumah orang, akan lebih nyaman rumah sendiri Pepatah itu memang ada benarnya Sangat benar malah, Sejak satu bulan lalu, tepatnya tangggal 2 April aku dipulangkan ke rumah orang tuaku di Cilacap. Tentu bukan oleh lelaki ku, karena aku belum berpasangan dengan lelaki. Tugas. Tugas kantor yang membuatku harus kembali lagi ke rumahku. Seperti tiga bulan sebelumnya, aku pun baru saja ditarik dari peredaran di Cilacap. Tepatnya sejak Juli-September 2012 lalu. Saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Di Cilacap. Kini dengan mengusung misi ‘bisa berkoordinasi, agar cepat memerbesar koranku di Cilacap, aku ditarik kembali. Tentu, siapa yang tidak mau dikembalikan ke rumah sendiri. Cilacap. Aku yang dasarnya memang pasrah, menuruti. Bahkan ketika ditawari aku siap saja. Bahkan dengan bercanda, aku meminta untuk dikembalikan saja ke rumah. Dengan bercanda, khasku. Hmm...itulah kelemahanku, semuanya menganggap aku serius, aku yang meminta sendiri untuk kembali. Okeh aku terima. Mungkin mereka belum faham akan aku. Hmm.... Tentu aku senang dan tidak senang dengan keadaan ini. Senangnya tentu aku tinggal dirumah, berkumpulbersama dengan keluargaku, bisa ngobrol lebih lama dengan mereka. Karena biasanya memang aku hanya sebulan sekali pulang, kirim pesan singkat pun jarang ke rumah (kalau ingat saja, red) heee..atau kalau lagi ada sesuatu. Bukan durhaka, memang seperti itu, karena seringkali Babeh ku yang datang ke Purwokerto. Senang aku bisa lebih ngirit akan pengeluaranku?ngirit, bisa dikatakan demikian tidak ya?hmm...sepertinya sama saja, karena ‘jatah’ untuk kos dan listrik pun kuserahkan ke rumah. Sama saja..hee... Nyamannya lagi, bajuku dicucikan, walau kadang aku sudah bilang untuk ditinggal saja, biarkan aku yang mencuci sendiri. Ibuku yang baik hati selalu menyucikannya untukku. Terimakasih. Sepeda motorku sering dicuci oleh Babehku. Karena acapkali kotor, aku malas menuci atau membawanya ke pencucian sepeda motor. Tentu aku senang. Mereka memang hebat. Dan yang paling membuatku nyaman, karena sekarang aku punya kamar sendiri. Tidak seperti sebelumnya, harus tidur di depan televisi, karena kamarku sudah digunakan adkku yang beranjak dewasa. Setidaknya, sekarang aku sudah punya privasi sendiri (padahal ya hanya buat tidur saja haa). Tentu banyak senangnya. Namun sayang, di rumah membuaku kembali tidak mandiri. Tentu, pakaian di cucikan, makan walau dengan seadanya sudah ada. Walau hanya pakai tempe goreng dan sambel, atau krupuk dan kecap. Atau tempe yang dimodifikasi, di buat sayur atau di goreng tepng. Tempe, setiap hari selalu kujumpai. Hmm...ya walau selalu dengan keprihatinan di rumah, aku menyukainya. Jangan sampai mengeluh. Membuatku semakin berfikir, kenapa aku sampai saat ini beluum bisa membahagiakan mereka. Membuatku semakin bersalah, kenapa aku belum bisa mengentaskan mereka dari kekurangan. Mengapa. Uang gajiku memang tergolong naik dibandingkan sebelumnya. Ternyata tetap, kebutuhan semakin tinggi dan banyak. Tak bisa ku pungkiri memang, aku boros, tidak bisa mengatur uang. Lebih menyukai bersenang-senang. Tentu setelah aku menyisakan buat rumah. Hmm....apapun itu, aku suka di rumah. Saat dirumah ya. Di rumahku di Jalan Bawean No 16 Gunung Simping Cilacap Tengah. Tidur sampai siang pun tidak dimarahi, tidak menyapu atau melakukan hal yang sepantasnya dirumah pun tidak apa-apa karena mereka sudah mengetahui karakterku, tak bisa diperintah. Walau mereka jarang menegurku, tetapi aku tahu ada sesuatu pertanyaan, permintaan, atau perintah yang tidak keluar dari mulut babeh dan ibuku. “kapan kau menikah?,” Itu pertanyaan yang mungkin hanya dilontarkan lewat adikku. Tetangaku, dan teman-temanku. Aku tahu mereka ingin menanyakan itu, tetapi ya itu, lagi-lagi karena mereka sudah tahu aku seperti apa. Mereka belum mau menanyakannya kembali. Mungkin karena memang saat ini aku belum ada tanda-tanda bersama lelaki. Aku terlalu gila kerja, walau ternyata sehari ya beritanya berapa biji saja, belum maksimal. Dan mereka pasti tau itu bakal membuatku akan diam, dan membuatku tidak nyaman di rumah. Jadi mereka pun enggan menanyakannya. Di luar pekerjaanku, aku tegaskan lagi aku nyaman di rumah. Dengan berbagai yang ada. Ya tentu saja di rumah. Tetapi aku paling nyaman berada pisah dengan mereka. Karena aku bisa menunjukan kemandirianku, aku bisa menunjukkan bahwa aku bisa hidup sendiri, walau dengan keterbatasan. Aku bisa berdiri sendiri, tanpa harus memalingkan muka dari mereka. Aku ingin mandiri. Mungkin kau akan bilang, di rumah pun bisa mandiri. Ok. Its fin. Ai bukan karakterku begitu. Aku pasti akan tegantung dengan orang tua. Hmm..apapun itu, aku ingin pergi dan melalng buana. Jauh dari mereka, tanpa memalingkan mukaku dari mereka tentu. Keluargaku yang sudah membesarkanku seperti sekarang ini. Aku tak tahu sampai kapan aku ditempatkan disini, mungkin selamanya. Tetapi, aku ingin maju, ingin melakukan sesuatu tapi bukan di Cilacap ini. Aku ingin impianku terwujud. Entah kenapa, aku kurang semangat menwujudkannya ketika di rumahku. Entah...dan benar kata temanku, aku harus berani keluar dari box yang selama ini membelengguku. Rest Area, Cilacap, 3 Mei 2013